Supercycle Komoditas Dongkrak Perekonomian Nasional

MONITORDAY.COM - Indonesia adalah negara yang masih banyak bergantung pada ekspor komoditas. Ekonomi global yang menggeliat menyebabkan harga-harga komoditas naik dengan signifikan. Gejala ini tentu saja sangat menguntungkan untuk mendongkrak pendapatan nasional. Kenaikan harga batubara dan minyak sawit atau CPO menjadi contoh dari berkah gejala ini.
Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi menegaskan bahwa supercycle komoditas selama pandemi Covid-19 mulai terlihat pada kuartal III/2020 yang ditandai dengan kenaikan harga signifikan pada minyak dan batu bara di tingkat global.
Perekonomian global cenderung sangat siklis, artinya rentan terhadap periode boom dan bust yang bergantian. Empat tahap siklus ekonomi adalah ekspansi, puncak, kontraksi (juga dikenal sebagai resesi), dan palung, diikuti oleh ekspansi lain untuk menandai awal siklus baru. Siklus ekonomi yang khas berlangsung sekitar 5,5 tahun, meskipun beberapa cukup pendek (hanya 18 bulan) dan yang lainnya berlangsung lebih dari satu dekade.
Supercycle didefinisikan sebagai periode ekspansi yang berkelanjutan, biasanya didorong oleh pertumbuhan permintaan yang kuat untuk produk dan layanan. Supercycle ekonomi cenderung menghasilkan permintaan yang kuat dan berkelanjutan untuk bahan mentah dan manufaktur, seperti logam dan plastik, yang melebihi apa yang dapat dipasok oleh produsen komoditas.
Supercycles, yang juga bagus untuk harga saham, sering dikaitkan dengan periode pertumbuhan jangka panjang untuk pasar komoditas.Fenomena supercycle yang memicu harga tinggi komoditas perlu diikuti dengan kebijakan yang tepat agar ekspor Indonesia bisa memanfaatkan momentum tersebut dengan optimal. Pada 2011 bertahan sekitar 14 bulan sebelum harga komoditas berangsur normal.
“Saya merasa kita akan menikmati momen supercycle antara 24–30 bulan. Kalau mulai dari September 2020, jika tidak ada aral melintang akan sampai September 2022,” kata Mendag dalam konferensi pers virtual, Jumat (17/9/2021).
Fenomena supercycle yang lebih panjang didorong oleh sejumlah faktor, seperti pemulihan ekonomi di berbagai negara yang memicu kenaikan permintaan komoditas.
Perubahan iklim yang mendisrupsi produksi sejumlah komoditas di beberapa negara turut memengaruhi durasi supercycle. Contohnya, harga gula dan kedelai yang stabil tinggi ketika seharusnya menunjukkan penurunan.
Mendag Lutfi tidak memungkiri jika fenomena supercycle yang dipengaruhi permintaan bisa terdisrupsi kebijakan fiskal negara-negara maju. Dalam situasi perekonomian bergerak ke arah positif, pemerintah di banyak negara juga akan mulai memangkas penyaluran stimulus yang berisiko turut menekan permintaan komoditas dan harga.
Karena itu, Lutfi menekankan bahwa pemerintah akan fokus pada kebijakan yang mendukung ekspor produk berbasis komoditas selama fenomena supercycle masih berlangsung, sehingga Indonesia bisa menikmati manfaatnya secara optimal.