Stop Impor, Muhammadiyah Buktikan Ekspor Tepung Singkong ke Inggris

Stop Impor, Muhammadiyah Buktikan Ekspor Tepung Singkong ke Inggris
Launching ekspor perdana Tepung MOCAF di Gedung PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta, Kamis (8/4/2021)

MONITORDAY.COM - Kebijakan impor sejumlah pangan utama di Indonesia dinilai sangat merugikan. Mirisnya, praktik importasi ini sudah berlangsung kian lama dan sangat bertolak belakang dengan negeri yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari lautan hingga daratan. 

Namun importasi pangan diyakini lambat laun akan pasti bisa diatasi. Melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan gebrakan extraordinary action (aksi yang luar biasa) di masa pandemi ini.

Betapa tidak, Muhammadiyah bakal mengekspor 60 ton tepung singkong Mocaf ke Inggris setiap bulannya.

Pendiri Rumah Mocaf Riza Azyumaridha Azra pun bersyukur perjuangan panjangnya bersama MPM berhasil memberikan nafas baru bagi kesejahteraan petani singkong.

Ditandai dengan Launching ekspor Perdana Tepung MOCAF di Gedung PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta, Kamis (8/4/2021), modified cassava flour atau Mocaf menjadi hadiah bagi keberadaan petani singkong yang selama ini sesuai data BPS, 98 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan.

“Dulu, pada 2017, kita menjual Mocaf 50 kilo perbulan saja susahnya bukan main. Tapi Alhamdulillah berkat kegigihan, keistikamahan teman-teman Angkatan Muda Muhammadiyah di Banjarnegara, akhirnya kami bisa menjual minimal 30 ton per bulan,” terang Riza.

Ekspor tepung olahan singkong juga menjadi harapan bagi Indonesia yang merupakan negara pengimpor tepung terigu terbesar di dunia. Ekspor 60 ton Mocaf ke Inggris setiap bulannya, menurut Riza akan disimulasikan dengan pengiriman 10 ton tepung Mocaf terlebih dahulu.

Sementara Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Indonesia adalah negara subur dengan sumberdaya alam dan hayati yang melimpah.

"Ironisnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan proporsi impor komoditi pertanian dan sumberdaya alam lain terbesar di dunia," kata Haedar. 

Karenanya, Haedar mengajak pemerintah sebagai pemilik kebijakan mulai mengubah paradigma kebiasaan impor menjadi kebiasaan ekspor sebagai bagian dari bentuk cinta tanah air. 

“Bagaimana kita mengubah paradigama sekaligus menghadirkan jihad al muwajahah itu, membalik ketagihan terhadap impor itu menjadi virus-virus baru untuk mengekspor. Mungkin kita sudah terlalu lelah, bicara apa-apa impor. Jadi sampai kapan sih ini? Nah yang bisa mengakhiri ini sebenarnya adalah negara,” imbuhnya. 

“Juga apapun yang dimiliki Indonesia sebagai wujud cinta Indonesia, cinta Pancasila, cinta negeri NKRI bahwa apa yang kita miliki itu harus menjadi sesuatu yang produktif, distribusinya juga bagus dan semuanya memerlukan backup politik,” terangnya. 

Lebih jauh, Haedar juga mendorong masyarakat untuk memberikan jawaban alternatif di samping kritik yang mereka keluarkan terhadap kebijakan pemerintah. 

“Kalau kita betul cinta Indonesia, cinta Pancasila, cinta NKRI, aku Indonesia, aku Pancasila, aku NKRI, maka baliklah dari ketagihan terhadap serba impor menjadi ketagihan serba ekspor. Bagaimana caranya? Ya tugas para ahli di pemerintahan dan political willnya,” tegas Haedar.