Stafsus Kemenkeu Tepis Tudingan Sembako Kena PPN Karena Kas Negara Menipis

Stafsus Kemenkeu Tepis Tudingan Sembako Kena PPN Karena Kas Negara Menipis
Stafsus Menkeu, Yustinus Prastowo (Foto: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menepis tudingan bahwa keuangan kas negara menipis sehingga memilih untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bantahan Prastowo diungkapkan via tweeter yang menjelaskan mengenai alasan pemerintah mengatur ulang ketentuan PPN melalui revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

"Wacana kenaikan tarif PPN mendapat respon cukup hangat. Ini hal positif karena kesadaran akan pentingnya pajak semakin tinggi. Pajak adalah pilar penyangga eksistensi negara. Saya perlu berbagi konteks yang lebih luas agar kita dapat mendudukkan semua wacana secara jernih," tulisnya yang dikutip, Kamis (10/6/2021).

Dari penjelasan tersebut, warganet memberikan komentar yang beragam. Salah satunya akun @AdilMuammar "Intinya negara sedang kolaps yah?," tanyanya.

Yustinus pun langsung membantah hal tersebut. Menurutnya kas negara saat ini cukup untuk membiayai APBN yang tertekan akibat pandemi.

"Menurut saya enggak dan saya ingin menjadi bagian yang optimis dan mempertahankan terus tegaknya NKRI," jelasnya.

Sebagai informasi, pemerintah berencana untuk mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ada tiga skema tarif yang kemungkinan akan diterapkan.

Ketiga skema ini adalah tarif umum, tarif berbeda (multi tarif) dan tarif final. Untuk tarif umum ini akan dikenakan kepada barang di luar barang kebutuhan pokok dan barang super mewah.

Adapun tarif umum tertulis dalam pasal 7 ayat 1 RUU KUP tersebut, yang menjelaskan pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% dari saat ini yang berlaku sebesar 10%.

Untuk PPN multi tarif tertuang dalam pasal 7A ayat 2 yang menuliskan bahwa dalam skema ini paling rendah dikenakan sebesar 5% dan paling tinggi 25%. Tarif tertinggi ini akan dikenakan untuk barang super mewah dan tarif 5% untuk barang kebutuhan pokok atau sembako.

Tarif rendah dalam skema multi tarif ini tidak dikenakan untuk setiap jenis kebutuhan pokok. Terutama untuk kebutuhan pokok seperti beras dan minyak bisa dikenakan PPN hanya 1% seperti yang saat ini sudah berlaku atas barang hasil pertanian tertentu.