'Social Distancing' Pernah Dilakukan Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
Saat itu, Umar bin Khattab membatalkan niatnya masuk ke daerah Syam yang terserang wabah. Keputusan itu diambil setelah mengadakan dialog dan musyawarah bersama panglima pasukannya, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah....

MONITORDAY.COM - Semenjak timbulnya wabah Virus Corona sekitar awal bulan Maret ke Indonesia, membuat gusar Pemerintah Indonesia dan menimbulkan kepanikan masyarakat luas.
Dimana, setelah sehari pengumuman pemerintah terkait penemuan kasus pertama dan kedua Warga Negara Indonesia yang positif terjangkit Virus Corona yang berasal dari Warga Depok. Harga masker, bahan pokok, dan rempah-rempah mengalami lonjakan harga diluar kewajaran.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mengambil langkah kongkrit demi menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan negara, dengan pemberlakuan berupa himbauan, yakni: Kerja di rumah, Sekolah di rumah, dan Ibadah di rumah atau kita kenal dengan istilah "Social Distancing".
Keputusan ini tentunya mendapat banyak reaksi dari publik, dengan berbagai pendapat antara yang pro dan yang kontra. Terutama terkait masalah 'Ibadah di rumah'.
Sekedar mengingatkan, terkait kebijakan penutupan masjid pernah terjadi tahun 18 Hijriah atau di masa kepemimpinan khalifah kedua, Umar bin Khattab. Kala itu, terjadi serangan wabah yang paling berat dalam sejarah umat Islam.
Saat itu, Umar bin Khattab membatalkan niatnya masuk ke daerah Syam yang terserang wabah. Keputusan itu diambil setelah mengadakan dialog dan musyawarah bersama panglima pasukannya, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Dialog itu berlangsung di daerah Syargh, jelang masuk ke daerah Syam.
Dimana, pusat wabah itu ada di kampung kecil bernama Amawas. Dalam sejarah Islam, nama tempat wabah penyakit era Umar bin Khattab dikenal dengan nama Tho'un Amawas atau wabah Amawas. Kampung itu terletak antara daerah Ramallah dengan Baitul Maqdis. Pada waktu itu, wabah yang ganas menewaskan puluhan ribu orang, termasuk para sahabat Rasulullah SAW.
Jadi jangan ada pula yang berkata bahwa iman kita kuat, apakah iman Umar bin Khattab lemah? Lalu ada yang bilang kita tolak dengan dzikir, apakah dzikir Abu Ubaidah tidak diterima?”
Banyak para sahabat Rasulullah SAW yang turut meninggal dalam wabah itu. Di antaranya, Muaz bin Jabal, Suhail bin Amr, Syurahbil bin Hasanah, Abu Jandal bin Suhail dan puluhan sahabat lainnya.
Termasuk dua Gubernur Syam juga meninggal berturut-turut. Pertama Abu Ubaidah bin Jarrah yang diminta keluar dari Syam oleh Umar, namun dia tidak mau pergi menyelamatkan diri, lalu meninggal. Kemudian digantikan oleh Muaz bin Jabal sebagai Gubernur dan harus mengalami hal yang sama, meninggal terkena wabah.
Mereka gugur, syahid terpapar wabah itu, yang ketiga diangkatlah oleh Umar bin Khattab sebagai Gubernur Syam yaitu Amr bin Ash.
Ketika menjadi Gubernur Syam, Amr bin Ash mencoba melakukan 'diagnosa' terhadap penyebab dan penyebaran wabah.
Amr bin Ash mengatakan bahwa wabah seperti api yang berkobar dan selama masih ada kayu bakar, dia akan terus menyala. Selama masih ada orang yang sehat, ia akan terus menyebar.
Melihat Kondisi seperti ini, Umar bin Khattab mencari solusi menghentikan wabah dengan menyuruh penduduk yang sehat pergi menghindar ke bukit-bukit. Kebijakan itu dinamakan isolasi diri.
Akhirnya seluruh orang yang sehat pergi ke bukit-bukit dan tidak bercampur lagi dengan mereka yang terinfeksi penyakit.
Soal jaga jarak atau 'Social Distancing' ini juga sudah diisyaratkan dalam hadist Nabi, "Bahwa dilarang mencampurkan antara onta yang sehat dengan orang yang sakit. Orang-orang yang pergi ke bukit melakukan isolasi itu tidak pernah mempertanyakan bagaimana Sholat mereka dan Sholat Jum'at mereka bagaimana?
Mereka patuh dan disiplin ketika disuruh menghindar, dan akhirnya berhentilah wabah itu dengan solusi demikian.
Ada kisah lain, Rasulullah SAW pernah melarang orang yang akan masuk Madinah dari Bani Tsaqif yang berasal dari Thaif, yang mana salah satu orang yang akan datang menderita penyakit kusta.
Padahal, Nabi biasanya bersalaman dengan orang-orang yang telah berbaiat kepadanya. Namun, berbeda untuk satu orang ini dan ia ditahan di luar Madinah.
Rasulullah SAW, berpesan saja kepada temannya, katakan pada dia "Bahwa aku telah menerima baiatnya". Masa Rasul takut pula? Jadi banyak kasus seperti ini dimasyarakat.
Dengan kisah tersebut,Kita bisa mengambil pemahaman yang jelas. Pentingnya himbauan pemerintah untuk dilaksanakan agar masyarakat menjaga jarak supaya dapat memotong mata rantai penularan Virus Corona.
Tawakal bukan berarti berserah dan terima begitu saja. Paham seperti itu malah berbahaya karena jabariyah dan fatalistis. Umat Islam tetap harus melakukan ikhtiar untuk menghindari wabah dan mengobati orang yang terkena wabah.