Soal Rasio Pajak 2019, Faisal Basri Sebut Angka Terendah Dalam Setengah Abad Terakhir
Mungkin lebih lama dari itu, karena saya hanya bisa melacak data ke belakang sampai tahun 1970. Penurunan membuat tax ratio hanya satu digit, kedua kalinya selama pemerintahan Jokowi.

MONITORDAY. COM - Ekonom Senior, Faisal Basri menanggapi terkait capaian rasio pajak (tax ratio) tahun 2019 yang diproyeksi turun menjadi 9,8 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Menurutnya, angka itu merupakan yang terendah dalam setengah abad terakhir.
"Mungkin lebih lama dari itu, karena saya hanya bisa melacak data ke belakang sampai tahun 1970. Penurunan membuat tax ratio hanya satu digit, kedua kalinya selama pemerintahan Jokowi," kata Faisal dalam keterangannya, Jumat (14/02/2020).
Lebih lanjut, Faisal menguraikan angka tax ratio ini mengacu pada sejumlah keterangan pemerintah. Ia memulai dari data PDB terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada (5/02/2020). Selanjutnya, data penerimaan perpajakan dalam APBN Kita terbitan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terbaru (edisi Januari 2020).
Faisal menilai, tax ratio yang dipakai adalah versi yang lazim dipakai di dunia, bukan versi pemerintah. Dalam perhitungan versi pemerintah, tax ratio memasukkan penerimaan bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam. Sementara tax ratio pada hitungan Faisal adalah penerimaan pajak dibagi PDB harga berlaku.
Namun, angka ini pun lebih rendah dari target pajak yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati. Ia pernah menargetkan tax ratio 2019 mencapai 11,4-11,9 persen dari PDB dan optimistis dapat mencapai target itu.
"Optimisme pemerintah didasari oleh historis pertumbuhan penerimaan perpajakan yang mengalami kenaikan pada 2017 dan dilanjutkan tahun 2018," kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/05/2018) lalu.
Lebih lanjut, Faisal Basri mengatakan perkembangan yang kurang menggembirakan ini harusnya menjadi warning atau peringatan bagi pemerintah yang akan mengobral pajak. Kebijakan obral pajak yang dikritik Faisal ini tertera dalam rancangan Omnibus Law Perpajakan.