Soal PP Kebiri Kimia, Komisioner KPAI: Tidak Efektif

MONITORDAY.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti menilai tindakan kebiri kimia tidak akan efektif.
Menurut Retno, perlu dikaji terkait motif dari pelaku melakukan kejahatan, sebab faktor psikologis bukan dorongan libido atau hormon dalam tubuhnya.
"Secara pribadi, saya berpendapat harus dilihat dulu apakah karena psikologis atau faktor hormon dalam tubuhnya sehingga pelaku melakukan kejahatan," kata Retno dikutip dari ANTARA, Senin (4/1/2021).
Retno pun mencontohkan, misalnya pelaku sewaktu kecil menjadi korban kekerasan seksual lalu setelah dewasa melakukan hal yang sama pada anak-anak sebagai imbas dari psikologisnya yang terganggu.
Maka dari itu, pihak-pihak terkait perlu melihat lebih jauh penyebab utama pelaku melakukan kejahatan apakah murni karena libido atau dampak psikologis masa lalu.
"Kan tidak efektif, misalnya dulu dia korban karena tidak mendapatkan rehabilitasi lalu menjadi pelaku kemudian dikenai hukuman kebiri kimia," ucap Retno.
Adapun, ia menyarankan khusus bagi pelaku yang melakukan kejahatan karena faktor psikologis, maka langkah yang tepat merupakan merehabilitasi sehingga bisa berdamai dengan masa lalunya dan tidak mengulangi perbuatan.
"Jadi tidak ada gunanya suntik kebiri kalau kejahatannya karena faktor psikologis," ujarnya.
Apalagi, Retno menyadari banyak aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang menentang peraturan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak tersebut.
"Menurut saya begitu, tetapi dalam peraturan ini tidak ada alternatif tersebut," tukasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) sudah mengeluarkan PP Nomor 70 Tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia).
Dalam tata cara pelaksanaan teknis dalam PP tersebut diserahkan kepada Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM.
Berikut pasal 13 ayat 1 dan 2:
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal t huruf a, Pasal t huruf c, Pasal t huruf d, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 10 ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan kepada jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan Pasal 7 ayat (3) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.