Soal Pasar Muamalah, Kenapa Dinar-Dirham Tidak Boleh Digunakan sebagai Alat Tukar?

MONITORDAY.COM - Pendiri Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat, Zaim Saidi ditangkap oleh Bareskrim Polri pada Rabu (4/2/2021), karena menerapkam transaksi dengan tidak menggunakan uang rupiah, melainkan dinar dan dirham.
Dari penangkapan tersebut mungkin banyak pihak masih bertanya-tanya kenapa transaksi menggunakan dinar dan dirham dilarang di Indonesia.
Patut diketahui bahwa dinar dan dirham sendiri merupakan mata uang yang memiliki sejarah cukup panjang dan digunakan oleh beberapa negara di wilayah Timur tengah hingga saat ini.
Beberapa negara tersebut antara lain Aljazair, Bahrain, Yordania, Kuwait, Libya, Serbia, Republik Makedonia, Tunisia, UEA, Irak, Qatar, Maroko, dan Tajikistan.
Banyak asumsi bahwa dinar dan dirham disebut sebagai mata uang yang anti inflasi karena terbuat dari emas dan perak. Jadi, dengan pasokan emas dan perak yang terbatas membuat koin dinar-dirham juga enggak akan tergoyahkan inflasi.
Asumsi tersebut tidak selalu benar, karena inflasi berkaitan dengan supply and demand serta peredaran mata uang di masyarakat. selain itu, inflasi juga dipengaruhi supply and demand suatu barang. Misalnya saat kedelai langka maka harga tahu tempe menjadi naik.
Di Indonesia sendiri, penggunaan Dinar dan Dirham dilarang untuk transaksi, karena rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah. Bank Indonesia (BI) menegaskan Ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang pasal 21 dan pasal 33.
Dalam ketentuan tersebut ditegaskan, setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam bertransaksi dapat dijatuhi sanksi pidana kurungan atau penjara paling lama satu tahun. Selain itu, orang tersebut dibebankan denda maksimal Rp200 juta.
"Dengan demikian kalau ada transaksi menggunakan denominasi non rupiah melanggar Pasal 21 UU tentang Mata Uang, dengan sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta," kata Direktur Eksekutif Bank Indonesia Erwin Haryono.
Dilarangnya dinar dan dirham bukan tanpa alasan. Pelarangan tersebut utamanya karena tidak ada lembaga moneter di Indonesia yang mengatur percetakan uang dinar dan dirham yang berdampak ke nilai tukarnya.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, hadirnya praktik penggunaan Dinar dan Dirham akan merusak ekosistem ekonomi dan keuangan nasional karena setiap transaksinya tidak mengikuti peraturan dan undang-undang yang sudah disepakati berlaku di Indonesia.
"Ketika kemudian ada suatu praktik ekonomi di luar peraturan perundang-undangan, tentu itu akan merusak ekosistem daripada ekonomi dan keuangan nasional kita," tegas Wapres.
Terkait asumsi bahwa pasar muamalah untuk membangkitkan ekonomi syariah, Wapres menegaskan, Indonesia memiliki regulasi dan lembaga keuangan berbasis syariah yang mengakomodasi kegiatan ekonomi sesuai dengan sistem keuangan nasional.
"Sehingga, kegiatan Pasar Muamalah yang bertransaksi menggunakan mata uang selain rupiah termasuk bentuk penyimpangan dari sistem keuangan nasional," demikian kata Wapres Ma'ruf Amin.