SIREKAP: Platform Penghitungan Suara Pilkada Serentak
Sistem informasi rekapitulasi elektronik (SIREKAP) merupakan platform aplikasi yang dibuat oleh KPU RI untuk digunakan dalam Pilkada Serentak tahun 2020.

MONDAYREVIEW.COM – Sistem informasi rekapitulasi elektronik (SIREKAP) merupakan platform aplikasi yang dibuat oleh KPU RI untuk digunakan dalam Pilkada Serentak tahun 2020. Seperti namanya, aplikasi ini bertujuan untuk menghitung suara secara lebih cepat melalui aplikasi elektronik. Hal ini dilakukan guna melengkapi proses penghitungan data secara konvensional yang masih menjadi data valid bagi Pilkada. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan, simulasi penggunaan Sirekap akan dilaksanakan di 157 kabupaten atau kota pada 21 November 2020.
Adapun provinsi yang akan melakukan simulasi yakni Sumatera Utara dengan 21 kabupaten atau kota. Sumatera Barat lima kabupaten atau kota, Jambi lima kabupaten atau kota, Bangka Belitung satu kabupaten atau kota. Kemudian, Kepulauan Riau di tujuh kabupaten atau kota, Riau delapan kabupaten atau kota, serta Lampung delapan kabupaten atau kota. Selanjutnya, Bengkulu dengan lima kabupaten atau kota yang akan melakukan simulasi dan Sumatera Selatan tujuh kabupaten atau kota. Banten tiga kabupaten atau kota, Jawa Barat delapan kabupaten atau kota, Jawa Tengah empat kabupaten atau kota.
Lalu Jawa Timur empat kabupaten atau kota, DI Yogyakarta tiga kabupaten atau kota, Bali dua kabupaten atau kota. Kalimantan Utara dengan tiga kabupaten atau kota yang akan melakukan simulasi, Kalimanyan Tengah tiga kabupaten atau kota, Kalimantan Selatan empat kabupaten atau kota. Kalimantan Timur sembilan kabupaten atau kota, Kalimantan Barat tiga kabupaten atau kota, Nusa Tenggara Barat empat kabupaten atau kota, Nusa Tenggara Timur satu kabupaten atau kota. Sulawesi Selatan 11 Kabupaten atau kota, Sulawesi Tenggara tujuh kabupaten atau kota, Sulawesi Barat empat kabupaten atau kota, Sulawesi Tengah satu kota. Gorontalo tiga kabupaten, Maluku dua kabupaten atau kota, Maluku Utara dua kabupaten atau kota, Papua satu kabupaten atau kota, Papua Barat tiga kabupaten atau kota dan Sulawesi Utara lima kabupaten atau kota.
Sayangnya sirekap yang dirancang dan diperkenalkan KPU untuk merekapitulasi hasil pemungutan suara pada Pilkada 2020 akhirnya batal digunakan. Dalam Rapat Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri pada Kamis (12/11/2020) diputuskan bahwa sirekap hanya akan diuji coba dan menjadi alat bantu penghitungan dan rekapitulasi suara pada Pilkada 2020. Hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara pada Pilkada 2020 tetap didasarkan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan dan rekapitulasi manual.
Pembatalan penggunaan Sirekap pun berdasarkan banyaknya kritik dari masyarakat sipil. Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menyatakan bahwa upaya menghadirkan Sirekap memang penting karena sudah seharusnya tahapan Pilkada melakukan transformasi. Namun proses transformasi masih menemukan banyak problem. Hal sederhana misalnya, bagaimana dengan landasan hukum proses rekapitulasi manual berjenjang yang selama ini dilakukan. Kemudian masih ada catatan daerah pemilihan yang mengalami kendala jaringan internet yakni 541 kecamatan.
Dari hasil kajian JPPR, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penggunaan Sirekap. Pertama, perlu diatur terkait dengan aturan pengecualian dalam proses rekapitulasi jika sewaktu-waktu aplikasi Sirekap tiba-tiba tidak bisa digunakan atau tidak dapat berfungsi. Misalnya berkaitan dengan keharusan untuk menyelesaikan proses rekapitulasi pada hari yang sama menggunakan Sirekap. Apabila Sirekap tidak berfungsi sehingga mengakibatkan rekapitulasi tidak bisa dilakukan atau rekapitulasi tidak selesai/ tertunda maka perlu ada aturan pengecualian terhadap potensi kendala tersebut.
Kedua, pengaturan pelaksanaan pemungutan suara dalam draf PKPU tahapan rekapitulasi dan tahapan pemungutan dan penghitungan suara belum mengatur dengan protokol Kesehatan sehingga tidak ada logistik atau tata cara pelaksanaannya.
Ketiga, pengaturan pelaksanaan pemungutan suara dalam dua draf itu tidak mengatur tata cara pelaksanaan dalam kondisi bencana non alam.