Shalat Jamak dan Qashar

ISTILAH shalat Jamak lebih umum dari shalat Qashar, karena mengqashar shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir).

Shalat Jamak dan Qashar
Ilustrasi foto/Net

ISTILAH shalat Jamak lebih umum dari shalat Qashar, karena mengqashar shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir). Sedangkan menjamak shalat bukan hanya bagi musafir, tetapi boleh juga dilakukan orang yang sedang sakit, atau karena hujan lebat atau banjir yang menyulitkan seorang Muslim untuk bolak-balik ke masjid. Adanya jamak dan qashar bertujuan untuk memudahkan, tanpa mengurangi faidah dan keutamaan shalat.

Dalam keadaan demikian, kita dibolehkan menjamak shalat. Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwasannya Rasulullah saw menjamak shalat Zuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya di Madinah. Imam Muslim menambahkan, “Bukan karena takut, hujan dan musafir”.

Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim V/215, dalam membahas hadits ini berkata: “Mayoritas ulama membolehkan menjamak shalat bagi mereka yang tidak musafir bila ada kebutuhan yang sangat mendesak, dengan catatan tidak menjadikan yang demikian sebagai tradisi (kebiasaan). Pendapat demikian juga dikatakan oleh Ibnu Sirin, Asyhab, juga Ishaq Almarwazi dan Ibnu Munzir, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas ketika mendengarkan hadist Nabi di atas, “Beliau tidak ingin memberatkan umatnya, sehingga beliau tidak menjelaskan alasan menjamak shalatnya, apakah karena sakit atau musafir”.

Dari pendapat di atas para sahabat memahami bahwa rasa takut dan hujan bisa menjadi udzur untuk seseorang boleh menjamak shalatnya, seperti seorang yang musafir. Dan menjamak shalat karena hujan, sudah terkenal di zaman Nabi. Itulah sebabnya dalam hadist di atas hujan dijadikan sebab yang membolehkan untuk menjamak. (Al Albaniy,Irwa, III/40).

Adapun batas jarak bagi musafir terdapat perbedaan di kalangan para ulama. Bahkan Ibnu Munzir mengatakan ada dua puluh pendapat. Yang paling kuat adalah tidak ada batasan jarak, selama mereka dinamakan musafir menurut kebiasaan maka ia boleh menjamak dan mengqashar shalatnya. Karena kalau ada ketentuan jarak yang pasti, Rasulullah pasti sudah menjelaskannya kepada kita. (AlMuhalla, 21/5).