SETARA Institut Kritik Keras Polisi Banting Pengunjuk Rasa

SETARA Institut Kritik Keras Polisi Banting Pengunjuk Rasa
Tangkapan layar video viral Polisi banting mahasiswa.

MONITORDAY.COM - Beredar viral di media sosial, sebuah video yang memperlihatkan seorang polisi membanting pengunjuk rasa saat mengamankan aksi massa yang dikabarkan terjadi di depan kantor Bupati Tangerang.

Menanggapi hal itu, SETARA Institute menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan pihak kepolisian dengan menggunakan kekerasan adalah sesuatu yang tidak bisa ditoleransi. 

Peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie mengingatkan bahwa bahwa pihak kepolisian seharusnya hak-hak setiap orang dalam menyampaikan pendapat bukan malah sebaliknya. 

"Polri telah gagal paham sebagai aparatur pemerintah. Padahal Polri berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menyelenggarakan pengamanan," kata Ikhsan, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/10/2021). 

"Keduanya merupakan tanggungjawab yang harus dipenuhi secara bersamaan, bukan secara alternatif dengan dalil menyelenggarakan pengamanan namun abai akan perlindungan HAM," lanjutnya. 

Ikhsan mengungkapkan, hal tersebut sebagaimana amanat Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Selain itu, Ikhsan juga menilai, tindakan anggota kepolisian tersebut tidak berpegang teguh pada implementasi konsep Presisi yang dicanangkan Polri. 

"Konsep pendekatan dan perlakuan humanis kepada masyarakat tidak tercermin dalam perlakuan anggota kepolisian tersebut," tegasnya. 

Karena itu, Setara Institute meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi terkait visi-misi Presisi. 

Selanjutnya, Ikhsan mengatakan, pihaknya berpandangan penting untuk mengingatkan kepada Polri untuk kembali menilik Pasal 18 ayat (1) UU a quo. 

Di mana dalam aturan tersebut Polri dapat dikenai pidana penjara akibat cara kekerasannya dalam menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. 

Lebih lanjut, menurur Ikhsan, tindakan kekerasan aparat yang terlihat jelas dalam video yang telah beredar jangan sampai direduksi hanya dengan video-video yang memperlihatkan kondisi korban yang telah atau masih baik-baik saja.  

Selain rentan di rekayasa dan penuh tekanan kata dia, model penyelesaian demikian juga melahirkan impunitas aparat dan menihilkan pertanggungjawaban.  

"Cara-cara konvensional menutupi praktik kekerasan seperti ini hanya menimbulkan kecaman lanjutan dari publik dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah," tandasnya.