Sepakbola dan Politik, Saudara Jauh Yang Sudah Saling Mengenal Satu Sama Lain

Sepakbola dan politik merupakan sebuah hiburan untuk masyarakat sebuah negara

Sepakbola dan Politik, Saudara Jauh Yang Sudah Saling Mengenal Satu Sama Lain
Erdogan

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta – Sepakbola dan politik merupakan sebuah hiburan untuk masyarakat sebuah negara. Tetapi dua hal berbeda itu tidak dapat disatukan. Kekuatan atau kekuasaan kalangan politik acapkali menggoda sepakbola beserta dengan aspek-aspek di dalamnya. Karena keadaan itulah, sepakbola dan politik ibarat saudara jauh tapi sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain.

Tidak sedikit pula banyak pesepakbola yang telah pensiun kini masuk ke ranah politik. Sebut saja Cristiano Lucarelli, Andriy Shevchenko, Kakha Kaladze dan Hakan Sukur. Lucarelli adalah seorang legenda dan fans garis keras Livorno, kota pelabuhan dengan tradisi revolusi, sebuah kota politik sayap kiri. Kaladze dan Sukur aktif di politik masing-masing negaranya. Sementara Shevchenko, sibuk berkarier sebagai aktivis di Ukraina.

Godaan dan pesona dunia politik memang sangat menggelitik. Tak terkecuali untuk seorang Arda Turan, yang merupakan seorang pendukung garis keras Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Erdogan dianggap sebagai pemimpin yang otoriter oleh kaum pembela hak asasi manusia, kelompok liberal demokrat, dan media yang kritis kepada pemerintah. Mantan Perdana Menteri Turki itu tengah menggiring negara untuk meninggalkan sekularisme dan menjadi negara islam.

Hal itu pula yang akhirnya membuat sayap kiri di Turki melakukan percobaan kudeta pada Juli 2016. Walaupun percobaan itu gagal, tetap saja Turki masih terbagi menjadi dua kubu.

Arda adalah pendukung Erdogan. Apa yang menjadi visi dan misi Erdogan, Arda menganggap sejalan dengannya. Menurutnya, Turki akan negara yang lebih baik bila Turki menjadi negara Islam.

“Untuk Turki yang lebih kuat, saya juga ingin bergabung untuk menciptakannya. Erdogan akan menciptakan negara yang bersatu dan saya loyal dengan komandan saya,” tegasnya. Tak ada keraguan bagi Turan mengucapkannya.

Sontak pemain kelahiran 30 Januari 1987 itu langsung menjadi bulan-bulanan kelompok anti-Erdogan. Tak segan mereka melontarkan kritikan hingga kecaman kepada Turan, menyebut dan menilainya sebagai pembangkang yang tidak mencintai negara. Eks pemain Galatasaray tentu tidak begitu saja menerima kecaman itu dan membalasnya melalui pesan terbuka.

“Salah satu hal fundamental dan dibutuhkan untuk menunjang demokrasi, adalah dengan mengekspresikan ide. Kecintaan saya kepada negara dan Ataturk, mempertanyakan dan menghakimi dengan tuduhan yang tidak beralasan, ini bukan salah siapa pun. Saya berulang kali mengibarkan bendera kami dan dipandang jutaan pasang mata, dengan bangga mengusungnya di Eropa dan stadion-stadion terbesar dunia,” papar Turan.

“Saya akan terus mencintai tiap individu negara ini seperti orang tua dan keluarga saya. Saya menolerir setiap kritikan, cinta tidak menolerir penggunaan ekspresi yang digunakan. Saya punya toleransi di tiap kritikan, tapi saya tak bisa menolerir kecintaan akan negara (bagi orang yang meragukan jiwa nasionalis Turan). Ini hidup bagi saya.”

Pemain termahal Turki yang menjalani karier di luar negeri ini telah menetapkan pilihannya dan memang seperti itu adanya untuk memahami makna demokrasi. Pilihan Turan boleh jadi salah atau benar – hanya Tuhan yang tahu bagaimana masa depan Turki nantinya, toh, ia memiliki aktivitas lain selain aktif sebagai pesepakbola profesional dan politik.