Terkait Kasus Pembakaran Bendera Tauhid, Haedar Nashir: Semua Pihak Hendaknya Menahan Diri
Semua Pihak Hendaknya Menahan Diri, Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

MONITORDAY.COM – Kasus pembakaran bendera bertuliskan lafadz Laa Ilaaha Illa Allah di Garut menimbulkan reaksi penentangan cukup meluas di tanah air. Beragam pandangan disertai sejumlah aksi bermunculan di daerah. Pro dan kontra pun terjadi di ruang publik.
PP Muhammadiyah menyatakan keprihatiannya atas masalah ini dan tidak ingin persoalan ini terus meluas menjadi masalah nasional yang menyebabkan retak di tubuh bangsa.
“Kami percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional. Berbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah yang membuat umat dan bangsa ini makin matang dan dewasa,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir kepada monitorday, Kamis (25/10/2018).
Menurut Haedar, kasus pembakaran bendera tersebut jangan samapai menjadikan umat Islam dan bangsa Indonesia tepecah-belah dan jatuh pada saling bertentangan satu sama lain. Karena itu, Haedar menghimbau agar seluruh umat Islam dan warga bangsa dapat menahan diri dengan tetap bersikap tenang dan tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif ini.
“Hindari aksi-aksi yang dapat menambah persoalan menjadi bertambah berat dan dapat memperluas suasana saling pertentangan di tubuh umat dan bangsa. Beban bangsa Indonesia sungguh berat dengan berbagai masalah seperti korupsi dan kesulitan ekonomi, sehingga jangan ditambah dengan masalah baru,” pinta Haedar.
Semua pihak, kata Haedar, sangat penting untuk mengedepankan jiwa ikhlas untuk berusaha saling meminta maaf dan memberi maaf satu sama lain berlandaskan spirit ukhuwah sebagaimana diajarkan dalam Islam. Sikap legowo dan tidak berapologi atas kesalahan, menurut haedar, perlu ditunjukkan sebagai wujud kedewasaan berbangsa.
“Dengan cara seperti itu, insyaallah tidak ada yang jatuh diri karena saling memaafkan, sebaliknya hal itu menggambarkan kemuliaan diri,” tuturnya.
Haedar juga mengatakan, semua komponen bangsa pada dasarnya mencintai Indonesia dan tidak ada satu pihak pun yang berhak mengklaim diri paling nasionalis. Karena itu, kata Haedar, pada situasi seperti inilah terletak ujian mengamalkan ajaran Islam tentang ukhuwah, rahmatan lil-‘alamim, tasamuh, dan tawasuth sesama umat Islam maupun bangsa Indonesia sebagaimana sering disuarakan sebagai karakter wasathiyah atau moderat yang didengungkan selama ini.
Khusus kepada warga dan seluruh jajaran di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah, Haedar meminta agar tidak melakukan aksi-aksi massa dalam merespons masalah pembakaran bendera tersebut. Sebaiknya ikutserta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa.
“Seraya tetap giat dalam usaha-usaha membimmbing, memberdayakan, dan memajukan masyarakat. Termasuk terus aktif dalam memobilisasi dana dan kerelawanan untuk penangunggalangan bencana dan pasca bencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah,” ujar Haedar.
Haedar juga berharap, Pemerintah dan instansi terkait dapat menyikapi dan menghadapi masalah ini dengan arif dan seksama, serta mencari solusi yang terbaik bagi keselamatan bangsa. Menurutnya, sikap mengayomi secara adil dan bijakasana kepada seluruh warga dan komponen bangsa sangat diutamakan.
“Jangan keliru mengambil langkah karena boleh jadi di balik masalah ini terdapat berbagai tautan masalah yang tersimpan dan tidak sederhana untuk dipecahkan secara instan,” tandanya.
Pun demikian kepada aparat kepolisian, Haedar meminta agar bertindak objektif dan profesional sesuai koridor hukum yang berlaku disertai kemampuan membaca realitas secara cerdas dan bijak dalam semangat menegakkan hukum yang tidak sekadar verbal.
“Manakala penyelesaian hukum atas kasus ini bersifat parsial, tidak menyentuh substansi masalah utama, dan tidak menunjukkan objektivitas yang menyeluruh, maka dapat menimbulkan ketidakpuasan publik secara luas,” ujarnya.
“Kami percaya pimpinan kepolisian di seluruh tingkatan dapat bertindak bijak, adil, objektif, dan seksama dalam menyelesaikan kasus ini secara hukum yang berdiri tegak di atas fondasi keadilan yang otentik.”