Sekali Lagi Soal Kebekerjaan Lulusan SMK

Sedari awal pembelajaran menggunakan multimedia dan interaktif mutlak dilakukan. Sehingga mendorong para siswa untuk berkemampuan teknologi yang baik.

Sekali Lagi Soal Kebekerjaan Lulusan SMK
Ilustrasi foto/Net

BERITA tentang keberhasilan 8 pemuda asal Indonesia yang berhasil menemukan cadangan gas terbesar di Turki membawa kabar baik di tengah pandemi, terutama bagi satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK.

Pasalnya, diantara kedepalan anak muda tersebut, ada dua sosok yang merupakan lulusan SMK. Mereka adalah Bahriansyah Hutabarat (41) dan Rifani Hakim (43) yang merupakan lulusan SMK Negeri 1 Balik Papan.

Bersama 6 pemuda lainnya, Bahriansyah dan Rifani ikut terlibat di kapal eksplorasi minyak Turki, Fatih. Mereka turut serta dalam penemuan cadangan energi terbesar dalam sejarah Turki. Mereka berlayar pada 29 Mei dari Istanbul, seperti dilansir dari keterangan KJRI Istanbul, Kamis (27/8/2020).

Satu catatan menarik terkait keberhasilan dua lulusan SMK ini tentu saja menohok kita, yang sekian lama mempersoalkan kebekerjaan lulusan SMK yang dalam beberapa tahun terakhir disebut sebagai penyumbang terbesar pengangguran di Indonesia.

Di era digital dan new normal, perubahan teknologi dengan cepat mempengaruhi banyak hal, termasuk soal pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang tak dapat menyesuaikan dengan perubahan digital, akan hilang dan digantikan dengan mesin-mesin otomatis.

Mantra Joseph Scumpeter tentang creative destruction-nya pun menemukan signifikansinya di era digital. Bahwa dalam setiap perubahan teknologi pasti akan ada pihak yang dikorbankan. Namun bila kita berpegang pada mantra tersebut, maka generasi milenial yang akrab dengan dunia digital mestinya paling diuntungkan. Karena pekerjaan-pekerjaan di era digital cenderung lebih menguntungkan kaum milenial.

Makanya sangat mengejutkan, bila laporan BPS masih saja menyebut penyumbang pengangguran terbanyak di tahun 2020 adalah lulusan SMK (generasi milenial). Sumbangannya cukup besar,yaitu sebesar 8,49 %.

Bila melihat prestasi siswa-siswi SMK, mestinya rekor tersebut tak mesti dicetak lulusan SMK. Apalagi dengan kemampuan mereka yang sebetulnya tak kalah hebat dengan siswa sekolah lainnya. Di bidang rekayasa robotic misalnya, nama Jimly Adam Ahmad dan Teguh Satrio Wicaksono tak bisa dianggap remeh. Keduanya sukses mengukir sejumlah prestasi membanggakan. Terbaru, keduanya sukses menyabet dua medali di kompetisi robot tingkat nasional.

Nama Jimly Adam Ahmad dan Teguh Satrio Wicaksono sudah cukup familiar di SMK Muhammadiyah 7 (SMK Mutu) Gondanglegi. Dua siswa kelas XI jurusan ototronik itu memang sering menyabet prestasi membanggakan di bidang robotik. Terbaru, tepatnya Minggu lalu (1/4), keduanya sukses berjaya di ajang Indonesian Youth Robot Competition (IYRC) 2018.

Pun demikian di bidang fashion, kita tahu ada nama Vira haddar. Alumni SMKN 3 Malang yang sukses menjadi langganan para pesohor. Lulus dari SMKN 3 Malang, Vira sempat sekolah di Arva School of Fashion Surabaya. Di sekolah ini, Vira mengambil program satu tahun khusus untuk desain gaun dan konsep dress. Sambil menerima pesananan dari kerabat dekat, Vira fokus belajar di Arva School.

Tak lama setelah itu, ketika pesanan demi pesanan mulai ramai, Vira mulai membuka brand sendiri, yaitu Casa Vira. Ketika itu, Vira memulai dengan satu penjahit, satu payet, dan tanpa studio. Sehingga ketika ada orang mau fitting, seringkali dilakukan di rumah.

Setelah menyelesaikan studi di Arva School od Fashion di Surabaya, Vira fokus mengerjakan desain menggunakan brand Casa Vira. Untuk tahap awal, brand Casa Vira difokuskan untuk membuat gaun malam dan kebaya pengantin. Pelan namun pasti, Casa Vira pun kian dikenal, seiring dengan booming media sosial. Sekali lagi, mantra ekonomi digital memainkan perannya. Dan bila lulusan SMK sekelas Vira Haddar, maka tidak ada kata pengangguran bagi mereka. Sebaliknya, mereka malah menjadi penyedia lapangan pekerjaan.

SMK Masuk Desa

Integrasi teknologi dan industri dalam pendidikan di SMK, atau Link and Match kata Pak Wardiman Djojonegoro, dengan demikian menjadi tak dapat ditawar lagi. Karena hanya dengan cara ini sekolah-sekolah kejuruan mendapatkan akses potensial ke dunia kerja di luar sekolah.

Satu hal lagi yang penting dilakukan SMK, adalah masuk desa dan ikut mengembangkan UMKM perdesaan. Karena era digital dan new normal tak lagi menuntut siapa pun untuk mengerjakan pekerjaan secara konfensional lagi, datang ke kantor, mengisi absen, duduk manis di balik meja, lalu sibuk melihat jam karena ingin segera pulang.

New normal, memungkinkan semua pekerjaan dilakukan tanpa office, tanpa kehadiran fisik. Semua pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, meski rumah-rumah kita berada di desa-desa terpencil. Apalagi melihat potensi desa-desa kita yang luar biasa.

Karena itu, sedari awal pembelajaran menggunakan multimedia dan interaktif mutlak dilakukan. Sehingga mendorong para siswa untuk berkemampuan teknologi yang baik. Lalu ketika lulusan SMK dihadapkan dengan tantangan kerja yang mengharuskan penggunaan teknologi mereka pun tak mengalami kegagapan.