Satu Lagi Kabar Gembira untuk UMKM, AS Perpanjang Fasilitas GSP RI

MONITORDAY.COM - Kabar gembira untuk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Tanah Air. Daya saing produk di pasar Amerika Serikat bisa ditingkatkan seiring perpanjangan akses pembebasan tarif yang diberikan Paman Sam kepada RI.
Kabar Pemerintah AS memperpanjang fasilitas pembebasan tarif bea masuk (generalized system of preferences/GSP) kepada Indonesia disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi.
Menlu Retno menjelaskan keputusan tersebut diambil secara resmi oleh Pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) pada tanggal 30 Oktober 2020.
"Keputusan diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2.5 tahun sejak Maret 2018," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Monitorday.com, Minggu (1/11/2020).
Menlu Retno mengatakan pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkrit kemitraan strategis yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia namun juga menguntungkan bisnis AS.
Oleh karenanya ia menyambut baik keputusan USTR dan berharap fasilitas GSP dapat terus dimanfaatkan untuk memperkuat perdagangan RI dengan AS.
"Perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS diharapkan akan menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara," katanya.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas ini pada tahun 1980.
Isu mengenai GSP, dikatakan Retno, selalu dibawa oleh Indonesia dalam banyak kesempatan pertemuan dengan AS. Ia mengungkap dalam kunjungan Menlu AS tiga hari lalu ke Indonesia, baik dalam pertemuan bilateral dengan dirinya maupun kunjungan kehormatan kepada Presiden Jokowi, isu GSP juga menjadi topik pembahasan.
Retno menggambarkan bahwa AS merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar RI kedua setelah RRT dengan total nilai perdagangan dua-arah mencapai USD 27 miliar pada tahun 2019. Ekspor Indonesia ke AS periode Januari-Agustus 2020 mencapai USD 11,8 miliar atau meningkat hampir 2% dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar USD 11,6 miliar. Kenaikan terjadi di tengah situasi pandemi, dan saat impor AS dari seluruh dunia mengalami penurunan sebesar 13%.
Retno menjelaskan ada 3.572 pos tarif yang telah diklasifikasikan oleh US Customs and Border Protection (CBP) pada level Harmonized System (HS) 8 digit yang mendapatkan pembebasan tarif lewat skema GSP. Produk-produk itu mencakup manufaktur dan semimanufaktur, pertanian, perikanan, dan industri primer.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission(USITC) pada tahun 2019 ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD 2,61 miliar atau setara 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS, sebesar USD 20,1 miliar. Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Dari Januari-Agustus 2020 di tengah pandemik nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat USD 1.87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Retno menambahkan ekspor GSP Indonesia pada 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Ditambahkannya, dari Januari-Agustus 2020, di tengah pandemi, nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat US$ 1,87 miliar (Rp 27,4 triliun) atau naik 10,6% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
"Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilai ekspor Indonesia akan semakin meningkat," ujar Retno.
Keputusan AS memperpanjang fasilitas GSP tentu saja menambah panjang kegembiraan para pelaku UMKM khususnya yang berorientasi ekspor.
Sebelumnya, karpet merah didapatkan para pelaku UMKM dengan disahkannya Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Selain perizinan, UU Cipta Kerja mempermudah akses pembiayaan, pasar, pengembangan usaha, dan akses rantai pasok sehingga kemampuan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja semakin besar. Tidak hanya itu, UU ini juga memberikan penguatan dan proteksi terhadap persaingan UMKM dengan usaha besar.
Terkait akses pembiayaan, misalnya, UU Cipta Kerja menyebutkan untuk mendapatkan permodalan, jaminan kredit program tidak harus berupa aset tetapi bisa juga kegiatan UMK.