Sambut Munas X, MUI Gelar Bedah Buku Radikalisme
Banyak orang yang mengartikan radikalisme semata-mata sebagai hal yang negatif.

MONITORDAY.COM - Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menggelar focus group discussion (FGD) dengan tema “MUI, Disrupsi Infokom, dan Peran Khadimul Ummah” di Hotel Millenium Jakarta Pusat, Selasa (24/11/20).
FGD ini digelar sebagai rangkaian acara menjelang Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI) berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, 25-27 November 2020.
Salah satu agenda kegiatan FGD ini adalah pembedahan makna radikalisme, Islamofobia, dan tantangan tren radikal terorisme di era media digital dengan rangkaian acara bedah buku “Radikalisme” karya Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Dr Amirsyah Tambunan.
Dalam bukunya, Amirsyah mencoba meluruskan pemahaman tentang radikalisme. Selama ini dikatakannya banyak orang yang mengartikan radikalisme semata-mata sebagai hal yang negatif.
“Kalau kita lihat konteks akademis sesungguhnya (radikalisme) tidak ada masalah,” kata Amirsyah.
Lebih lanjut Amirsyah memaparkan, sebaiknya agama tidak dijadikan sebagai tameng dan alat legitimasi untuk melakukan sesuatu yang benar menjadi salah ataupun sebaliknya.
Ia lantas memberi contoh kata “jihad” yang sering disalahartikan.
“Contoh kata jihad, waktu Lemhanas di Australia, disebut di sana kalau jihad itu terorisme. Saya bilang jihad itu adalah kewajiban seluruh ummat Islam,” tegas Amirsyah.
“Jihad yang menurut fatwa MUI No 3 Tahun 2004 ada di halaman 57 di buku ini. Jihad yang hukumnya wajib untuk perbaikan (islah) untuk melakukan dan meluruskan pemahaman yang keliru,” imbuh Amirsyah.
Kendati demikian, lanjut Amirsyah, jihad hukumnya menjadi haram apabila jihad yang dimaksud untuk kekerasan. Dalam konteks jihad di Indonesia, kata Amirsyah, jihad yang dimaksud itu adalah berjuang sungguh-sungguh untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan.
“Pengertian jihad itu juga berperang sungguh-sungguh terhadap kemiskinan dan kebodohan. Karenanya jangan manipulasi jihad menjadi jahat. Jangan dakwah dimanipulasi dari mengajak jadi mengejek,” tutup Amirsyah.