Saat Rasulullah SAW Mempersatukan Umat

MONITORDAY.COM - Setidaknya ada tiga peristiwa yang menunjukkan keberhasilan Rasulullah SAW dalam mempersatukan umatnya. Pertama adalah pada masa sebelum kenabian. Di kalangan pembesar-pembesar kabilah Quraisy sempat terjadi perselisihan siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempatnya semula.
Hajar Aswad dipindahkan sementara dari kakbah untuk mempermudah renovasi kiblat umat Islam tersebut. Setelah renovasi selesai, maka mencuatlah perdebatan. Setiap pembesar kabilah ingin memindahkan Hajar Aswad itu ke tempat asalnya. Abu Umayyah Al Mughirah mengusukan sebuah sayembara. Siapa yang pertama kali datang ke Masjidil Haram keesokan harinya dia yang berhak memindahkan Hajar Aswad. Para pembesar kabilah lainnya setuju.
Nabi Muhammad SAW berhasil datang ke Masjidil Haram paling awal. Maka dia yang berhak untuk memindahkan Hajar Aswad. Masyarakat Suku Quraisy menerima jika Nabi Muhammad yang memindahkan. Karena beliau terkenal dengan sebutan Al Amin, yang artinya dapat dipercaya. Namun Nabi Muhammad SAW bersikap bijak. Dia menanyakan siapa yang mempunyai kain.
Kemudian setelah didapatkan kain, Batu Hajar Aswad diletakkan di tengah-tengah kain. Para pemimpin Kabilah yang berjumlah 4 orang memegang 4 sisi dari kain tersebut. Batu itu dibawa oleh mereka ke dekat Ka'bah. Saat dekat ka'bah, Nabi Muhammad SAW yang meletakkan Batu Hajar Aswad kembali ke tempatnya. Semua kabilah puas dengan keputusan Nabi Muhammad SAW. Karena artinya mereka semua berperan dalam pemindahan Hajar Aswad. Pertumpahan darah pun berhasil dihindarkan.
Peristiwa kedua adalah persatuan Nabi Muhammad terhadap dua suku yang berselisih yakni 'Auz dan Khazraj. Kedua suku ini berasal dari Yaman yang kemudian tinggal di Yatsrib. Mereka terlibat konflik berkepanjangan. Pada saat mereka ingin berdamai, mereka mencari sosok yang bisa mempersatukan mereka. Datanglah mereka ke Mekkah untuk mengangkat Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin. Mereka dibaiat dalam Baiat Aqabah 1 dan 2. Akhirnya perseteruan mereka pun berakhir dan mereka menjadi satu umat yakni umat Islam.
Persatuan kaum Aus dan Khazraj ini diabadikan kisahnya dalam QS. Ali Imran : 103. Allah SWT mengingatkan bahwa jika mereka terlibat konflik, mereka bagaikan akan masuk ke lubang neraka. Namun Allah SWT mencegah mereka dan menyelamatkan mereka. Allah SWT juga menyuruh agar mereka berpegang kepada tali Allah SWT.
Peristiwa ketiga adalah persatuan antara Kaum Muhajirin dan Anshar. Dua kelompok ini tidak berkonflik, namun Nabi Muhammad SAW membangun persaudaraan dari dua kelompok berbeda latar belakang ini. Kaum Muhajirin adalah penduduk Mekkah yang banyak berprofesi sebagai pedagang. Sementara kaum Anshar adalah penduduk Yatsrib yang berprofesi sebagai petani.
Kaum Muhajirin berhijrah dari kampung halamannya meninggalkan keluarga dan harta bendanya. Kaum Anshar menyambut kaum Muhajirin dan memberikan suaka serta bantuan baik moril maupun materiil. Ini berkat dari kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang mempersaudarakan dua kaum ini. Jika pada waktu itu lazimnya persaudaraan dilandasi dengan hubungan kekerabatan, maka dalam Nabi membangun persaudaraan berbasis keumatan.
Dari tiga peristiwa tersebut, kita bisa mempelajari salah satu karakter Nabi yakni senang membangun jembatan antara dua pihak yang bertikai. Nabi Muhammad SAW senang mendamaikan umatnya. Maka dari itu selayaknya para pemimpin kita di masa kini selayaknya meniru sikap Nabi dalam mempersatukan umat. Bukan membuat perpecahan.