Saat Kita Harus Antre

Saat Kita Harus Antre
ilustrasi antrean saat pandemi dengan kursi dan jaga jarak/ theatlantic.com

MONITORDAY.COM - Di tengah upaya menggenjot vaksinasi muncul kerumunan antrean yang tidak tertib. Tak menjaga jarak. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi. Upaya menghadang laju penularan justru menimbulkan risiko penularan. Apalagi saat banyak orang dilanda kepanikan jika layanan kesehatan kolaps seperti yang terjadi di beberapa negara.   

Sebagian orang menganggap bahwa budaya antre masih belum mengakar dalam keseharian kita. Budaya antri sendiri merupakan wujud dari sikap dan perilaku yang menghargai waktu dan menghargai hak-hak orang lain, karena itu terkait kepada sistem interaksi sosial dan kedisiplinan sosial.

Di awal-awal proses vaksinasi antrean relatif dapat dikendalikan dengan baik. Pendaftaran daring dan konfirmasi dari petugas layanan vaksinasi dapat mengeliminasi antrean. Meski tak selamanya optimal.  Waktu menunggu yang lama harus dialami pasien. Dalam teori antrean waktu menunggu adalah cost, demikian juga dengan penambahan kapasitas layanan. Untuk mengatur agar layanan dan antrean berjalan dengan baik dibutuhkan strategi atau pendekatan sistemik dalam mengelolanya.  

Jika pendekatannya kultural, budaya antre dapat memberikan hal positif seperti, dapat melatih kita untuk lebih bersabar, melatih kita untuk memanajemen waktu dengan baik, mengajarkan kedisiplinan, dan belajar untuk menghargai orang lain. 

Secara kultural banyak upacara dalam tradisi masyarakat di Indonesia yang meniscayakan kerumunan bahkan rebutan. Tak ramai kalau tak berebut. Pasar malam, bazaar, bancakan, dan acara-acara sejenis hanya dapat sukses bila kerumunan atau crowd tercipta. 

Kerumunan yang kadang identik dengan berdesak-desakan. Meski begitu, tak selalu kerumunan berarti menafikan antrean. Buktinya antrean dapat dilakukan di pintu masuk stadion menjelang pertandingan sepakbola. Juga di pintu masuk arena konser. 

Upaya untuk membangun budaya antre tentu semakin dirasa penting. Pandemi memaksa kita untuk lebih tertib. Termasuk tidak berkerumun dan menjaga jarak. Jarak antrean antar manusia pun minimal 2 meter. Penanda batas antrean muncul di depan kasir atau loket. Dan peringatan untuk menjaga jarak ada di mana-mana. 

Pada dasarnya orang mau antre bila ada aturan yang jelas. Sekarang antrean sudah tertata rapi di puskemas dan rumah sakit, di bank, dan layanan publik lainnya. Semua bisa terjadi bila ada aturan, fasilitas penunjang, dan petugas yang terjalin dalam sebuah sistem atau ketentuan tata-laksana yang baku. Standard Operation Procedure (SOP) harus jelas dan secara terus-menerus diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas sistem antrean. 

Sistem antrean sendiri ada ilmunya. Contoh paling nyata justru ada dalam perusahaan manufaktur. Teori antrean dikembangkan untuk mengatur aliran material dan sumber daya lainnya.  Dalam bahasa Inggris kita kenal istilah Queuing Theory atau Waiting Lines. Dari kasus di manufaktur kini teori antrean juga digunakan pada industri jasa dan layanan publik. 

Sistem antrean, persis seperti apa kedengarannya. Itu terjadi ketika seseorang atau objek menghabiskan waktu menunggu dalam antrean untuk suatu aktivitas atau transaksi terjadi. Misalnya, pelanggan mungkin mengantre untuk membeli tiket bioskop atau menyetor cek, atau sebuah paket mungkin mengantre di gudang untuk dikirim.

Ada dua tingkat layanan untuk antrian: tingkat rendah, yang awalnya tidak mahal bagi perusahaan, atau tingkat tinggi, yang awalnya mahal bagi perusahaan. Namun, biaya itu mungkin sepadan karena semakin tinggi kepuasan pelanggan, semakin besar kemungkinan pelanggan untuk kembali. Misalnya, jika pelanggan menunggu dalam antrean untuk mengembalikan barang ke toko tanpa tanda terima, "kebijakan tidak boleh mengembalikan" akan menjadi tingkat layanan yang rendah. Tetapi toko yang mengeluarkan kredit toko akan menawarkan layanan tingkat tinggi.

Tujuan dari penentuan antrian yang optimal adalah untuk memperkirakan jumlah pelanggan potensial yang dapat masuk ke dalam proses sistem pelayanan pada waktu tertentu. Misalnya, jika ruang tunggu dokter hanya memiliki lima kursi yang tersedia untuk diduduki pasien, kita akan berharap bahwa tidak akan pernah ada lebih dari lima orang yang dijadwalkan pada satu waktu. Itu berarti orang yang menjadwalkan pasien juga perlu mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dokter untuk memeriksa setiap pasien.

Untuk membuat penentuan ini, perkiraan pelanggan, atau populasi, dibagi dengan total pelanggan yang dapat ditampung oleh sistem layanan. Jika sistem layanan menampung kurang dari populasi, perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dan pelanggan pergi.

Optimalisasi terjadi di jalur layanan dengan menyeimbangkan jumlah jalur atau petugas yang melayani, waktu kedatangan pelanggan, dan aturan antrian, artinya bagaimana orang dilayani.

Maka sistem antrean vaksinasi dan layanan kesehatan semestinya sudah harus dipercanggih untuk menghasilkan solusi optimal. Antrean tak mungkin dihilangkan apalagi saat kasus Covid mencapai puncaknya. Namun mengatur agar mereka yang menjadi prioritas untuk dites, melakukan islolasi mandiri, mendapat perawatan di rumah sakit, mendapat layanan ICU, dan mendapat vaksinasi tentu dapat dikelola. Termasuk dengan menggunakan algoritma digital.