Reposisi Politik PAN dan Demokrat, Perlu?

MONDAYREVIEW.COM - Pemilihan Presiden mulai memasuki tahapan yang menentukan. Proses penghitungan manual berjenjang sedang berlangsung. Bagi publik, situng KPU memberikan informasi awal yang bisa menjadi bahan pembanding kelak bila penghitungan manual sudah memasuki tahap akhir secara nasional.
Quick Count atau Hitung Cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei menunjukkan hasil yang sejauh ini tidak terpaut signifikan dengan Real Count versi Situng KPU. Hari ini (3/05/2019) situng KPU telah mencapai lebh dari 60% suara nasional. Komposisi perolehan suara antara Paslon 01 dan Paslon 02 cenderung stabil. Hal ini sempat menimbulkan pertanyaan beberapa kalangan seakan angka yang diinput direkayasa sedemikian rupa hingga mendekati hasil Quick Count. Semenetara bagi kalangan yang lain meyakini hal itu karena input data dilakukan secara proporsional.
Lepas daripada itu, manuver partai politik pendukung Paslon 02 untuk merapat ke Paslon 01 tak terhindarkan. Di PAN terlihat manuver yang terbungkus dalam dinamika internal partai. Setidaknya Waketum PAN Bara Hasibuan dan Bima Arya Sugiarto menjadi pemantik wacana perpindahan arah koalisi Partai berhaluan terbuka ini. Dinamika ini menunjukkan kemungkinan untuk menjaga marwah partai dalam memindahkan dukungannya. Hal semacam ini juga pernah terjadi di tubuh Partai Golkar pada Pemilu 2014.
Sementara bagi Partai Demokrat yang memang menunjukkan dukungan pada saat akhir pencalonan Prabowo-Sandi menunjukkan manuver yang halus sekaligus terang-benderang. SBY dan Partainya terlihat menjaga fatsun politik sekaligus memberi sinyal kuat untuk menerima hasil Pemilu. Partai berplatform nasionalis relijius ini telah menunjukkan sinyal untuk menjaga jarak dengan kekuatan yang dinilai terlalu dominan dalam mengarahkan sikap politik koalisi. Dari kritik SBY terhadap acara kampanye yang dinilainya kurang mencerminkan keberagaman Indonesia hingga kemungkinan menarik diri dari koalisi bila terjadi situasi yang tidak kondusif.
Di dunia maya muncul tanggapan beragam. Sebagian netizen memberikan tanggapan positip tentang kemungkinan perubahan arah koalisi ini. Sebagian lagi mengkritisi dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi. Bagi mereka yang setuju, perubahan arah koalisimenjadi hak parpol tersebut untuk menentukan sikap. Komitmen dalam wujud dukungan dalam pilpres tentu harus dituntaskan hingga penghitungan manual berjenjang menunjukkan hasil yang bisa menjadi pegangan bersikap secara konstitusional.
Sementara bagi mereka yang tidak setuju cenderung menganggap bahwa koalisi yang terbangun sebelum pilpres layak dipertahankan selama lima tahun ke depan. Bagi parpol yang berada di barisan oposisi, godaan untuk tidak masuk dalam kekuasaan eksekutif akan menjadikan parlemen semakin kuat dalam melakukan fungsi check dand balances.