Refleksi Hari Pahlawan, Ahmad Basarah: Waspadai Politik Divide et Impera!

Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menjelaskan hikmah yang bisa diambil dari Hari Pahlawan adalah mewaspadai adanya politik divide et impera pada masa sekarang.

Refleksi Hari Pahlawan, Ahmad Basarah: Waspadai Politik Divide et Impera!
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah/Net

MONITORDAY.COM - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menjelaskan hikmah yang bisa diambil dari Hari Pahlawan adalah mewaspadai adanya politik divide et impera pada masa sekarang. Pada masa lalu, menurut Basarah, Indonesia dijajah oleh lima bangsa, salah satu penjajahnya ialah Belanda, menggunakan strategi politik pecah belah atau divide et impera. Antar kesultanan dan kerajaan diadu domba agar kekuatan nusantara menjadi lemah.

Saat ini, kata Basarah, strategi divide et impera itu berubah bentuk menjadi sistem yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, yaitu sistem demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal ini cenderung menimbulkan suasana kurang kondusif ketika ruang publik diwarnai dengan saling fitnah dan saling menghina di antara elit politik.

"Kita harus menyadari adanya politik divide et impera pada masa sekarang melalui teknologi informasi seperti gadget, untuk menyebarkan fitnah, hoaks dan permusuhan," kata Basarah saat diskusi Empat Pilar MPR dengan tema 'Memaknai Perjuangan Para Pahlawan' di Media Center MPR/DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Basarah menambahkan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia bukan peperangan konvensional melainkan peperangan yang menggunakan strategi proxy war. Peperangan yang tujuannya memecah belah bangsa Indonesia, dengan mengadu-domba komponen bangsa Indonesia.

"Sekarang ada tuduhan golongan Islam tidak nasionalis, dan kelompok nasionalis tidak religius. Menurut fakta sejarah, dan suri tauladan kepahlawanan kita, tuduhan itu tidak berdasar," jelasnya memberi contoh.

Basarah mengingatkan, para syuhada pejuang bangsa telah menitipkan negeri ini dengan seperangkat ideologi yang menjadi pemersatu bangsa.

"Negeri inilah yang kita serahkan kepada anak cucu di kemudian hari agar mereka bisa hidup di alam kemerdekaan yang di dalamnya ada masyarakat yang terdiri atas suku, agama, etnis, dan warna kulit dalam identitas keinndonesiaan," paparnya.