Proklamasi Kemerdekaan RI yang Bersahaja
Aku berjalan ke pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan Proklamasi itu.

MONDAYREVIEW.COM – 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H. Maka layaklah kiranya jika sejenak kita mengenang saat-saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang ternyata begitu bersahaja. Berdasarkan buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams kita dapat “beranjangsana” ke saat proklamasi. Buku tersebut merupakan hasil wawancara intens dengan Sukarno.
Bersahajanya proklamasi dapat dilihat dari naskah proklamasi yang dituliskan di secarik kertas. Seperti dituturkan Sukarno sebagai berikut:
Pernyataan ini tidak dipahatkan di atas perkamen dari emas. Kalimat-kalimat ini hanya digoreskan pada secarik kertas. Seseorang memberikan buku catatan bergaris-garis biru seperti yang dipakai pada buku tulis anak sekolah. Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu.
Upacara Proklamasi berjalan dengan sederhana seperti diwartakan Sukarno berikut:
Upacara itu berlangsung sederhana. Tetapi apa yang kami rasakan kurang dalam kemegahannya, kami penuhi dalam harapan. Aku berjalan ke pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan Proklamasi itu. Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan. Inilah bendera resmi yang pertama dari Republik. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah beberapa saat sebelum itu. Buatannya kasar. Dan tidak begitu tinggi.