Program 'Merdeka Belajar' Kemendikbud Dinilai Jadi Harapan Baru Pendidikan Indonesia

Kemendikbud telah membuat koreksi terhadap Kebijakan-kebijakan pendahulunya, yang selama ini terus langgeng tanpa pernah bisa dikritik pihak manapun.

Program 'Merdeka Belajar' Kemendikbud Dinilai Jadi Harapan Baru Pendidikan Indonesia
Ketua Lembaga Perlindungan Anak GENERASI, Ena Nurjanah/net

MONITORDAY.COM - Lembaga Perlindungan Anak Generasi mengapresiasi program teranyar yang diluncurkan oleh Mendikbud, Nadiem Makarim tentang program 'Merdeka Belajar' yang memuat empat pokok kebijakan. Kebijakan tersebut mencakup tentang USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional), UN (Ujian Nasional), RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Generasi, Ena Nurjanah menilai, dengan kebijakan tersebut Kemendikbud mampu mengangkat persoalan mendasar yang setiap tahunnya terus dipermasalahkan dalam dunia pendidikan. Menurutnya, mereka telah membuat koreksi terhadap Kebijakan-kebijakan pendahulunya, yang selama ini terus langgeng tanpa pernah bisa dikritik pihak manapun. 

"Kali ini, masukan terhadap berbagai kebijakan yang selama ini selalu ditolak, justru datang dari Kemendikbud sendiri.

Empat pokok kebijakan Kemendikbud memberi harapan besar bagi kemajuan pendidikan di tanah air," ujar Ena Nurjanah, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/12). 

Meski begitu, Ena menilai, ada beberapa hal yang tetap harus dikritisi dari kebijakan tersebut. Pertama, adalah point krusial dari program 'Merdeka Belajar' adalah kompetensi guru. Dengan kata lain setiap guru harus memiliki kompetensi yang mumpuni untuk menjadikan sebuah sekolah yang merdeka belajar. 

"Kemampuan setiap guru yang maksimal dalam mengajar, mendidik, membimbing dan memberi penilaian terhadap siswa didiknya," ujarnya. 

"Hal ini akan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kemendikbud agar setiap guru memiliki kualitas yang sama baik diseluruh sekolah yang ada di Indonesia sehingga jangan sampai jargon 'Merdeka Belajar' justru kebablasan menjadi tanpa capaian maksimal bagi sebuah proses pembelajaran," lanjut Ena. 

Menurut Ena, kualitas guru, selain ditunjang oleh kemampuan pendidikan keguruannya juga ditentukan oleh kesejahteraan guru. Kemendikbud juga harus memperhatikan kesejahteraan semua guru termasuk guru honorer yang ada di Indonesia. 

"Alokasi anggaran bagi kesejahteraan guru honorer harus jelas sama halnya guru ASN. Hal ini demi capaian hasil pendidikan yang merata dan maksimal sebagaimana harapan dalam empat kebijakan yang baru digulirkan," tuturnya. 

Ema menambahkan, guru yang sejahtera, akan membuatnya lebih fokus dalam mendidik dan berkarya dalam dunia pendidikan. Mereka akan mampu mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya bagi capaian siswa didik yang terbaik.

Para guru juga harus menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah para pendidik yang menjaga karakter anak bangsa. Berbagai persoalan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual yang terjadi di sekolah tidak sedikit dilakukan oleh para guru. "Hal ini juga harus menjadi perhatian bagi Kemendikbud agar bersikap sangat tegas terhadap guru yang tidak mampu mencontohkan karakter terbaik kepada anak didik," ujarnya. 

Selain soal guru, Ena juga mengingatkan soal kecukupan sekolah negeri di semua wilayah, sekaligus pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan di semua sekolah di Indonesia menjadi prioritas yang tidak bisa ditunda. 

Terakhir, Ena mengatakan, persoalan pendidikan di Indonesia memang tidak sedikit, namun menurutnya, optimisme Kemendikbud dalam mengupayakan perubahan yang lebih mendekatkan pendidikan dalam dunia kekinian yang maju, mencerdaskan, berkarakter dan mampu menghadapi persaingan global patut diapresiasi dan didukung.