Program Guru Penggerak Kemendikbud, Ketua IGI: Itu tak Bertaji dan Wacana Populis
Program Guru Penggerak dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai hanya wacana dan tidak bertaji. Ketua Ikatan Gerakan Indonesia (IGI) berharap Mas Menteri melakukan reshuffle program Pendidikan agar tidak terkesan melangit dan populis.

MONITORDAY.COM - Program Guru Penggerak dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai hanya wacana dan tidak bertaji. Arah paradigma perubahan pendidikan yang digaungkan Mendikbud, Nadim Makarim pun dipertanyakan.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim yang juga diminta membuat video testimoni terkait guru penggerak mengapresiasi gerakan ini, yang katanya Guru Penggerak merupakan ujung tombak dan digadang-gadang sebagai lokomotif perubahan pendidikan Indonesia.
Rahim kemudian bertanya dalam benaknya, Sejak dilantik jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadim Makarim berhasil meluncurkan program. Namun pendidikan Indonesia yang begitu kompleks, butuh program yang lebih jelas.
Kemdikbud yang ditopang dengan kekuatan dana, semestinya melahirkan program lebih implementatif. Gerakan IGI misalnya, ternyata sangat efektif, dalam 3 tahun pertama, IGI sukses melatih lebih dari 1,5 juta guru di Indonesia dan berhasil melahirkan lebih dari 1000 guru pelatih yang ternyata dalam kondisi wabah pandemi Covid-19 paling siap dalam menjalankan program pembelajaran yang efektif dan menyenangkan meskipun dalam sistem jarak jauh.
Bahkan guru-guru pelatih ini bergerak cepat melatih guru-guru lainnya tanpa membutuhkan anggaran negara dan tanpa perlu instruksi dari pemerintah. Dalam kondisi Pandemi Covid-19, hanya dalam 3 bulan Ikatan Guru Indonesia sukses menyelenggarakan 1.458 pelatihan guru di hampir seluruh kabupaten kota di seluruh Indonesia secara online dan melibatkan hampir 300.000 guru di seluruh Indonesia.
Kendati demikian, ada harapan dibalik program guru penggerak ini yang pernah ditempuh oleh ikatan guru Indonesia 4 tahun yang lalu. Artinya, Mas menteri jangan buat program yang biasa-biasa apalagi yang sudah dilakukan oleh organisasi pendidikan non pemerintah yang jauh dari stimulus budget.
Rahim kemudian bernostalgia ketika mencoba menggerakkan guru-guru Indonesia meningkatkan kompetensi guru Indonesia dalam program pelatihan literasi produktif yang tidak lagi bergantung kepada dosen atau perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan kompetensi guru Indonesia tapi berusaha semaksimal mungkin memaksimalkan guru-guru terbaik Indonesia untuk berbagi dan saling menumbuhkan terhadap guru-guru lainnya di seluruh Indonesia.
Pertanyaannya kini adalah mampukah Kemdikbud dengan dana yang begitu besar melampaui capaian ikatan guru Indonesia yang tidak bergantung pada anggaran negara?
Rahim lantas menilai guru Indonesia justru akan mengalami kepunahan. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri menyebutkan bahwa jumlah guru Di tahun 2019-2020 untuk jenjang SD hanya 744,763, jenjang SMP hanya 32,530, jenjang SMA hanya 13,755 dan jenjang SMK hanya 7,277. Selebihnya diisi oleh guru-guru dengan status yang tidak jelas dengan pendapatan yang juga tak jelas yang biasa diberi status honorer.
Belum lagi ada 72.976 yang akan pensiun 2020 ini, tahun depan ada 69.757 guru pensiun, tahun 2022 ada 86.650 guru pensiun, lalu 2023 ada 83.841 pensiun dan ditahun 2024 78.420 yang pensiun, artinya guru-guru PNS yang dimiliki Indonesia saat ini adalah guru-guru super senior yang sebentar lagi pensiun.
Data ini sangat mengerikan dan faktanya di lapangan sangat banyak sekolah yang jumlah guru PNS hanya satu orang itupun menjabat sebagai kepala sekolah, kejadian itu bukan hanya terjadi di pelosok tetapi juga di perkotaan. Semoga Mas Menteri tak heran dengan kenyataan ini.
Pernahkah terbesit dalam benak Mas Menteri, bagaimana kondisi guru honorer yang status dan pendapatannya tak jelas atau guru-guru dipelosok Indonesia yang sudah berada di ambang akhir masa kerja dan segera pensiun, juga tak jelas masa depannya.
Begitupun dengan guru penggerak, termasuk tak jelasnya peta jalan pendidikan Indonesia yang sama sekali tak membahas rencana detail rekruitmen guru.
Semoga Mas Menteri melakukan reshuffle program Pendidikan di Indonesia yang lebih membumi sehingga bentuk implementasinya diketahui oleh publik, bukan gerakan penggerak yang terkesan melangit, jangankan memerdekakan pendidikan indonesia, menggerak apa dan siapa yang digerak pun tak jelas.