Produksi Stagnan, Stok Minyak Sawit Indonesia Menipis

Meskipun berbagai kampanye hitam terus membayangi industri sawit, pasar ekspor Indonesia tetap tumbuh.

Produksi Stagnan, Stok Minyak Sawit Indonesia Menipis
Istimewa.

MONDAYREVIEW.COM-  Meskipun berbagai kampanye hitam terus membayangi industri sawit, pasar ekspor Indonesia tetap tumbuh. Hal tersebut dilihat dari kinerja ekspor Indonesia selama periode Januari – Mei 2017 tercatat meningkat 29% dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun lalu, atau dari 9,35 juta ton meningkat menjadi 12,10 juta ton.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Selasa (18/7).

“Ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang Mei hanya terkerek 2% saja atau dari 2,56 juta ton di April meningkat menjadi 2,62 juta ton pada Mei,” katanya.

Fadhil mengatakan bahwa  kinerja ekspor yang masih cukup tinggi terus menggerus stok minyak sawit Indonesia karena tidak dibarengi dengan produksi yang berimbang. Produksi minyak sawit (CPO dan PKO) pada Mei hanya terdongkrak sebesar 8% atau dari 3,08 juta ton pada April naik menjadi 3,33 juta ton pada Mei.

“Produksi meskipun sudah membaik akan tetapi masih belum maksimal,” tegasnya.

Di lain pihak, industri biodiesel mengalami stagnasi dan cenderung menurun. Pada Mei ini produksi biodiesel hanya mampu mencapai 171,9 ribu ton atau turun 26% dibanding bulan sebelumnya dimana produksi mencapai 232,5 ribu ton. Hal ini juga berimbas pada penyerapan biodiesel di dalam negeri, pada Mei ini biodiesel yang terserap hanya 141,75 ribu ton atau turun 38% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 227,72 ribu ton.

“Sementara itu kinerja produksi juga mengalami stagnasi untuk periode Januari – Mei 2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Produksi biodiesel sepanjang Januari – Mei 2016 mencapai 1,05 juta ton, pada periode yang sama di tahun 2017 menurun menjadi 1,03 juta ton. Penurunan penyerapan biodiesel di bulan Mei disinyalir karena terlambatnya pengumuman alokasi oleh Pertamina dan proses administrasi tender yang panjang,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan selama Mei 2017, secara tak terduga beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim biasanya meningkatkan permintaan jelang Ramadhan menurunkan permintaan minyak sawitnya. Penurunan yang sangat signifikan dicatatkan Pakistan sebesar 31% dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 207,21 ribu ton di April turun menjadi 142,21 ribu ton pada Mei.

Menurutnya turunnya ekspor ke Pakistan dikarenakan pangsa pasar Indonesia telah direbut oleh Malaysia dengan harga yang lebih kompetitif karena tidak adanya pajak yang diberlakukan untuk produk turunan minyak sawit. Ekspor Malaysia ke Pakistan tercatat meningkat tajam di Mei 2017.

“Dimana peningkatan tercatat lebih dari dua kali lipat dari bula-bulan sebelumnya yang biasanya hanya di kisaran 500 – 550 ribu ton per bulan sejak Mei meningkat menjadi di atas 1 juta ton,” katanya.

Pada Mei Malaysia memberlakukan pajak ekspor sebesar 7% dengan harga referensi RM3.008,09 atau setara US$ 49 dollar per metrik ton dan tidak ada pengenaan pajak ekspor untuk produk turunan CPO. Sementara Indonesia memberlakukan pajak nol (0) akan tetapi tetap memungut CPO Fund sebesar US$ 50 untuk CPO dan US$ 20-30 untuk produk turunannya.

“Sementara produk yang diekspor Indonesia ke Pakistan 95%- nya adalah produk turunan CPO. Faktor yang juga turut menjadi andil juga adalah Malaysia sangat gencar dalam lobi untuk meningkatkan perdagangan dengan pembahasan Review Free Trade Agreement antara Malaysia dan Pakistan dimana banyak peluang investasi dan tarif rendah yang ditawarkan Malaysia,” jelasnya.