PP Muhammadiyah: RUU HIP Tak Perlu Dilanjutkan

RUU HIP mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif.

PP Muhammadiyah: RUU HIP Tak Perlu Dilanjutkan
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti (dua kiri) dalam konferensi pers Muhamamdiyah menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila di Jakarta, Senin (15/6). ANTARA

MONITORDAY.COM - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan pers pada Senin (16/5) terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang sekarang sedang dalam pembahasan di Badan Legislatif DPR RI.

Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Umum Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tersebut, Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-undang.

"Berdasarkan pengkajian tahap pertama Tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah, materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," demikian bunyi pernyataan pers tersebut.

Ditambahkan juga bahwa, RUU HIP mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif dan membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah berakhir dan harus diakhiri setelah tercapai kesepakatan luhur, arif dan bijaksana dari para pendiri bangsa.

"Kontroversi RUU HIP akan menguras energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 yang sangat berat dengan segala dampaknya. Tujuan Undang-undang adalah untuk menciptakan tertib sosial, kedamaian, kesejahteraan, perlindungan dan kepastian bagi setiap warga negara bukan sebaliknya," bunyi pernyataan pers tersebut.

Menurut Muhammadiyah, Kedudukan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 7/2018 sudah sangat kuat. Sebagai Badan yang bertugas membantu Presiden kedudukan BPIP tidak perlu ditetapkan dengan UU secara khusus.

Agenda terberat yang sangat penting dan prioritas ialah menjalankan Pancasila secara nyata dalam seluruh aspek kehidupan disertai keteladanan para pejabat negara dan ketaatan warga bangsa.

"Mengandalkan terus menerus peneguhan dan pengamalan Pancasila pada perangkat Perundang-undangan lebih-lebih yang kontroversial justru semakin menjauhkan diri dari implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," demikian lanjut pernyataan tersebut.

Apalagi dalam situasi Pandemi Covid-19 dan dampak-dampak yang ditimbulkannya, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi diperlukan situasi dan kondisi yang aman dan persatuan yang kuat.

"Dalam hubungannya dengan Pancasila, yang sangat penting dilakukan dan diperkuat adalah melaksanakan Pancasila dan nilai-nilai yang ada di dalamnya dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara," lanjutnya.

Karena itu, Muhamadiyah mendesak DPR untuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP dengan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu.

"Hendaknya mengutamakan persatuan dan kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan," bunyi pernyataan pers Muhammadiyah.