Politik dan Kekecewaan Itu
Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan, namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.

MONDAYREVIEW.COM – “Hampir semua orang bisa tahan terhadap kesengsaraan, tapi jika Anda ingin menguji karakternya, maka berilah dia kekuasaan,” – Abraham Lincoln
Ketika mendengar kata ‘politik’ sebenarnya mirip-mirip dengan kata ‘cinta’, disitu ada harapan, sekaligus bisa terselip kekecewaan. Maka yang diperlukan adalah sikap yang proporsional. Sukailah dan bencilah tokoh politik dengan kadar yang tidak berlebihan. Dikarenakan pendulum dukungan bisa senantiasa berubah. Yang dulunya kawan, bisa menjadi lawan; demikian juga sebaliknya.
Anies Baswedan misalnya, pada kontestasi Pilpres 2014 berada di kubu Jokowi yang vis a vis dengan Prabowo; lalu simaklah September 2016 kala mantan Mendikbud ini menjadi calon Gubernur DKI Jakarta yang diusung Partai Gerindra dan PKS. Contoh lainnya yakni Ridwan Kamil yang ketika menjabat sebagai Wali Kota Bandung mendapatkan pujian dan apresiasi dari kalangan muslim kebanyakan. Media sosialnya dipenuhi pujian dan harapan bahwa Kang Emil someday akan menjabat di area kekuasaan yang lebih luas. Namun ketika Ridwan Kamil diusung oleh Partai NasDem sebagai calon Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023, tak pelak arus balik pun menghantam sosok yang berlatar belakang arsitek ini dulunya. Simaklah media sosial Ridwan Kamil saat ini, betapa komentar menyayangkan, kekecewaan terlontar dari warganet.
“Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan, namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi." – Kahlil Gibran
Apa yang diucapkan oleh penyair Kahlil Gibran itu sesungguhnya menunjukkan bagaimana harapan dan kekecewaan terhadap politikus yang offside, tidak proporsional. Karena sesungguhnya politikus sama seperti kita juga: manusia. Maka dia dapat menerbitkan harapan, ataupun mengecewakan.