Polisi Bebaskan Dr. Louis, Begini Tanggapan Pakar

MONITORDAY.COM - Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, mengatakan saat menjalani pemeriksaan dokter Lois Owien mengakui kesalahannya atas sejumlah opini mengenai Covid-19.
Kemudian Lois juga dipercaya tidak akan melarikan diri, sehingga yang bersangkutan tidak lagi dilakukan penahanan.
"Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, hal ini juga sesuai dengan konsep Polri menuju Presisi yang berkeadilan," ujar Slamet dalam keterangannya, Selasa (13/7/2021).
Menurut Slamet, Lois juga memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya selaku dokter atas fenomena pandemi Covid-19. Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset.
Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid-19 disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien.
"Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," jelas Slamet.
Slamet mengatakan, Lois juga mengakui opini yang dipublikasikan di media sosial, membutuhkan penjelasan medis. Namun, hal itu justru bias karena di media sosial hanyalah debat kusir yang tidak ada ujungnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kata Slamet, didapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan, tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti.
"Pernyataan terduga selaku orang yang memiliki gelar dan profesi dokter yang tidak memiliki pembenaran secara otoritas kedokteran. Dalam klarifikasi Dokter Lois, ia mengakui bahwa perbuatannya tidak dapat dibenarkan secara kode etik profesi kedokteran," terang Lois.
Selanjutnya berkaitan dengan reproduksi konten oleh terduga merupakan tindakan komunikasi yang dimaksudkan untuk memengaruhi opini publik. Pihak Polri mengedepankan keadilan restoratif agar permasalahan opini seperti ini tidak menjadi perbuatan yang dapat terulang di masyarakat. Kata Slamet, pemenjaraan bukan upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir dalam penegakan hukum, atau diistilahkan ultimum remidium.
"Sehingga, Polri dalam hal ini mengendepankan upaya preventif agar perbuatan seperti ini tidak diikuti oleh pihak lain," ungkap Ketua Satgas Presisi Polri ini.
Selain itu, Slamet juga berharap, upaya mengingatkan dokter ini agar bijak dalam menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi sosial. Apalagi saat ini, Indonesia sedang berupaya menekan angka penyebaran pandemi. Maka menurutnya, pemenjaraan dokter yang beropini diharapkan agar jangan menambah persoalan bangsa.
"Sehingga, Polri dan tenaga kesehatan kita minta fokus tangani Covid dalam masa PPKM Darurat ini. Sebagai informasi tambahan, Polri memberikan catatan bahwa terduga dapat diproses lebih lanjut secara otoritas profesi kedokteran," tutup Slamet.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun sesalkan penegakan hukum di Indonesia begitu mudah menjerat orang yang berbeda pendapat.
Padahal, dr Louis Owien hanya menyampaikan pendapat dan bukan berita bohong.
"Begitu mudahnya hukum itu dikenakan dengan orang yang berbeda pendapat," jelasnya seperti dikutip Monitorday.com dari YouTube Refly Harun pada Selasa, (13/7/2021).
Sebagaimana diberitakan dr Louis Owien ditangkap atas kasus penyebaran berita bohong soal Covid-19.
Menurut Refly Harun, dr Louis Owien hanya menyampaikan pikiran dan hati nuraninya soal Covid-19.
"Orang yang menyampaikan pikiran dan hati nuraninya," lanjut Refly Harun.
Berkaca dari kasus dr Louis Owien, Refly Harun menilai hukum di Indonesia saat ini terkesan mengingatkan jangan coba-coba berbeda pendapat.
"Orang ngomong, berpendapat, lalu ditahan, dipenjarakan, dan dihukum.
"Ini seolah-olah ingin memunculkan deterrent effect kepada orang lain agar jangan coba-coba," ujarnya.
Refly Harun kemudian memberikan contoh pada kasus yang sama menjerat Jerinx SID.
Drummer Superman is Dead (SID) itu divonis penjara inkracht 10 bulan dari yang awalnya 1 tahun 2 bulan.
"Misalnya, dalam kasus Jerinx paling tidak IDI kan sudah berhasil memenjarakan Jerinx dengan penjara yang inkracht 10 bulan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, dr. Lois Owien dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, dr. Lois Owien juga dijerat Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan UU Nomor 4 Tahun 1984 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Lain perspective juga disampaikan oleh oleh Lembaga Kajian Strategis Lepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai Direktorat Siber Bareskrim Polri sangat arif menangani kasus dokter Lois terkait berita hoaks Covid-19.
'Kita puji Direktorat Siber Bareskrim Polri dalam menangani kasus dokter Lois. Kita melihat polisi sangat arif dan profesional. Melihat kasus dokter Lois, polisi lebih tepat jika menyelesaikannya lewat restorativ justice," ungkap Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan, Selasa (12/7/2021).
Menurut pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini, dibutuhkan kearifan polisi dalam menangani setiap permasalahan hukum yang terjadi dalam media sosial di tengah masyarakat.
Apalagi, saat ini Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo meminta kepada seluruh jajarannya agar tidak semua pelanggaran hukum dalam media sosial harus masuk ke pengadilan.
Tapi ada kalanya lebih mengedepankan penyelesaian di luar pengadilan yang diharapkan akan memberikan rasa adil kepada semua pihak. Tentu ini akan menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat agar menggunakan medsos secara bijak.
"Pori sendiri kita harapkan banyak memberikan penyuluhan hukum kepada dr Lois agar tidak lagi mengulangi perbuatannya," ungkap mantan anggota Kompolnas ini.