Pinangan Cak Imin Terancam Ditolak
Koalisi PKB PAN belum memiliki bargaining politik yang kuat. Kedua partai ini tetap harus realistis dan pragmatis merapat ke Jokowi atau Prabowo

MONDAYREVIEW- Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah menjadi cawapres di mata Zulkifli Hasan. Sering kali, ketika mereka bertemu, Cak Imin sering disapa oleh Ketua PAN ini dengan sebutan cawapres. Meskipun belum jelas siapa yang menjadi capresnya.
Misalnya, ketika mereka berdua menghadiri milad ke-86 Pemuda Muhammadiyah, di Gedung Dakwah Muhammadiyah, jalan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu lalu (5/5), Zulhas sempat berkelakar dan menegur sapa Cak Imin, “Cawapres nih, cawapres,” ungkap Ketua MPR ini.
Rupanya, bukan hanya kelakar, ketika memberikan sambutan, Zulhas juga menyatakan bahwa Jokowi akan salah jika tak memilih Muhaimin Iskandar seorang tokoh NU sebagai pendampingnya. “di belakangnya kan juga PBNU, para ulama juga banyak, Jadi kalau nggak milih Cak Imin cawapres, Pak Jokowi, saya kira bisa salah pilih,” tegas Zulkifli.
Pernyataan Zulhas ini dibalas Cak Imin. Ia mengatakan keinginnya untuk berkoalisi dengan PAN. Koalisi PKB-PAN bisa menempuh berbagai pola, tak tergantung siapa capres yang nanti diusung, apakah berada di pihak Jokowi atau pihak lain. “Yang pasti, PAN yang sama-sama hari ini ingin bersama, apa pun polanya,” ungkap Cak Imin.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) maupun Partai Amanat Nasional (PAN) saat ini masih bermanuver untuk menaikan bargaining politiknya dan belum menentukan sikap koalisinya. Namun, Cak Imin selaku Ketua Umum PKB, sudah lebih dulu menyodorkan dirinya kepada Jokowi untuk dipilih sebagai cawapres. Artinya, jika Cak Imin terpilih, partai yang dipimpinya, PKB tentu akan berada di barisan partai koalisi pendukung Jokowi, dan ikut berjuang memenangkannya.
Sementara itu, PAN belum menyatakan arah koalisisnya secara resmi, meskipun Amien Rais selaku Ketua Majelis Pertimbangan PAN berkali-kali sudah menyatakan tidak akan mendukung Jokowi untuk kembali menjadi presiden. Amien berkali-kali melontarkan kritikan pedas terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.
Siapa cawapres yang dipilih Jokowi?
Jokowi nampaknya belum tertarik dengan tokoh yang diusung baik oleh PAN maupun PKB. Kekuatan kedua partai politik jika dinilai berdasarkan hasil survei, tak begitu menggiurkan Jokowi. Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang belum lama dirilis misalnya memaparkan bahwa elektabilitas PKB hanya 5,8 persen, di bawah Demokrat (6,6 persen) dan Golkar (8 persen). Sedikit di atas Perindo (4,6 persen) dan PKS (4 persen).
Bahkan, PAN lebih terpuruk lagi, hanya 1,9 persen. Kalah jauh dibanding PPP (3,5 persen), dan Nasdem (2,7 persen). Jika hasil survei ini terbukti dalam Pemilu nanti, PAN terancam tidak lolos ke DPR, karena di bawah ambang batas syarat masuk parlemen yaitu 4 persen.
Lembaga survei Indo Barometer juga pernah melakukan survei kandidat calon wakil presiden di Jawa Timur, salah satu basis kekuatan massa Cak Imin. Hasilnya mengejutkan. Rupanya, Anies Baswedan yang saat ini menjabat Gubernur DKI Jakarta, paling banyak dipilih sekitar 11 persen. Sedangkan, Cak Imin berada di urutan kelima dengan perolehan 4,3 persen.
Tokoh lain yang juga merebut hati warga Jatim adalah Jususf Kalla, berada di urusan kedua sebanyak 9 persen, disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berada di urutan ketiga sebesar 7 persen. Kemudian, Gatot Nurmantyo sebesar 4,5 persen. Setelah itu, baru Cak Imin
Jawa Timur adalah basis massa NU, yang salah satu penyumbang suara terbesar bagi PKB. Apakah hasil survei ini menunjukan Cak Imin tak lagi diminati warga Jawa Timur? Mungkin, para pendukung Cak Imin bisa berkilah, survei belum tentu mewakili kebenaran suara riil di masyarakat. Apalagi, mungkin muncul tuduhan survei bisa dibeli, hasilnya sudah bisa diprediksi.
Sadar kekuatannya tak terlalu bertaji, PKB merayu PAN berkoalisi, entah untuk merapat ke Jokowi atau sebaliknya ke Prabowo. Namun, manuver “dua kaki” ini menurut pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun,, justru merugikan dan bisa beakibat mengurangi daya tawar mereka di masyarakat.
Kedua partai ini mengklaim memiliki basis pemilih muslim yang loyal. PKB memiliki massa NU, walaupun harus berebut massa dengan PPP yang juga basis massanya tak jauh beda. Begitu juga PAN, yang ketika awal didirikan oleh Amien Rais memiliki kedekatan historis dengan Muhammadiyah. Namun, faktanya bahwa kader muda Muhammadiyah tidak menjadi aktivitis politik di PAN. Mereka lebih tertarik mendirikan partai baru, atau bergabung dengan partai yang sudah mapan, seperti Golkar atau PDIP.
Koalisi PKB PAN tak cukup meyakinkan untuk membuat poros ketiga di luar koalisi Gerindra PKS. Kekuatan daya tawarnya masih lemah, meskipun Demokrat ikut bergabung. Partai yang dulu berjaya sebagai partai penguasa pada era SBY, terlihat lebih pragmatis dan cenderung merapat pada kekuasaan.
Tentu saja, Cak Imin harus berjuang ekstra keras, untuk meyakinkan SBY, apalagi kandidat lain berdasarkan survei lebih unggul dari dia. Cak Imin dalam berbagai wawancara dengan wartawan, selalu menyatakan khawatir Jokowi akan kalah pada Pilpres 2019 mendatang jika tidak menggandeng dirinya sebagai cawapres.
Ditanya tentang Cak Imin, Presiden Jokowi biasanya cuma berkomentar memuji baliho Cak Imin yang terpasang di banyak tempat, bahkan kata Jokowi, mengalahkan promosi Asian Games 2018.