Pilihan Berdakwah Bagi Muslim Milenial (2)
Pilihan Berdakwh Bagi Muslim Milenial (2)

selanjutnya, berdakwah dengan pena. Kita tahu, bahwa peradaban teks adalah peradaban tertua sepanjang sejarah manusia. Bahkan Alquran sendiri memulainya dengan peradaban itu,. ayat pertama yang diturunkan Allah SWT adalah kalimat 'Iqra' (bacalah) yaitu perintah untuk membaca, maksudnya ketika melakukan dakwah bil qalam (dengan tulisan) berarti kita telah melanjutkan peradaban tertua di muka bumi ini.
Sudah banyak orang yang memilih berdakwah dengan penanya. Termasuk Muhammadiyah, Kyai Dahlan juga diabadikan kisahnya, dirawat kiprah dan perjuangannya dan dilestarikan oleh generasi-generasi selanjutnya melalui pena dan tulisan dibuku-buku.
Orang besar memang seperti itu, kendati dirinya tidak menulis, tetapi dia justru ditulis oleh banyak orang. Maka ada semacam guyon, "tanda-tanda menjadi orang besar itu ada dua, pertama, kalian menulis, atau kedua, kalian yang ditulis oleh banyak orang".
Tentu saja setiap orang dapat memilih berdakwah dengan corak apapun, termasuk dengan ketiga-tiganya, buya Hamka misalnya, dia berdakwah dengan lisan, juga berdakwah dengan tulisan, seperti karyanya yang fenomenal dan kemudian di filmkan "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk".
Namun demikian, tidak mudah berdakwah dengan tulisan, setiap penulis butuh keahlian,disamping itu juga konsekuensi dari tulisannya, terkadang bisa jadi menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Terlebih ketika hidup ditengah rezim yang otoriter, bukan tidak mungkin setiap buku buku akan diperiksa, dan setiap penulis akan dikerangkeng-dipenjara hidup-hidup dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
Seperti yang dialami oleh seorang pelopor kemerdekaan perempuan, RA (Raden Ajeng) Kartini, nama yang setiap 21 April kita peringati sebagai Hari Kartini itu nyatanya telah banyak membawa perubahan, meski tidak berperang, RA Kartini berjuang dan berdakwah dengan Tulisan-tulisannya.
Diantara banyak pahlawan kemerdekaan, RA Kartini memegang peranan penting terhadap kemajuan khususnya kemerdekaan perempuan, terutama Emansipasi Wanita. Berbeda dengan pejuang-pejuang kemerdekaan pada umumnya, RA Kartini menulis buku, melahirkan karya, merangsang pemikiran intelektual kaum muda terpelajar di Hindia Belanda tentang arti penting perjuangan kolektif. Melalui bukunya dengan judul "Door Duisternis Tot Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang" Kartini juga sekaligus menjadi simbol tokoh emansipasi kemerdekaan perempuan, menolak keras feodalisme dan menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan.
RA Kartini adalah pahlawan kemerdekaan RI yang berjuang dengan Penanya, berdakwah dengan alqolam dan tulisan-tulisannya. Begitu besar pengaruh dari tulisan-tulisan RA Kartini, terutama dimasa-masa setelahnya, yang sama sekali tidak menghendaki perubahan. Termasuk dari keluarganya sendiri, Kartini lahir sebagai seorang anak priyai dengan budaya feodal yang kental, Kartini kecil telah dipenjara jiwa dan raganya, dibatasi pendidikannya, dan bahkan dinikahkan diusia yang masih terbilang muda. Namun demikian, dalam sunyi Kartini berontak, melawan budaya dan adat Feodalisme keluarganya yang jelas-jelas telah membungkam anak manusia, bernama perempuan. Bahkan diluar, Kartini pun belajar dan sekolah secara sembunyi-sembunyi dari Penjajah Belanda yang telah melarang orang pribumi untuk mengenyam pendidikan. Padahal Kartini meyakini sepenuhnya bahwa Pendidikan bagi kaum perempuan adalah kunci penting emansipasi manusia teruma perempuan.Pemikiran dan gagasannya terkristalisasi dalam kumpulan tulisannya yang menunjukkan bahwa Kartini berjuang melawan Feodalisme dan anti terhadap Kolonialisme yang dianggapnya sebagai penghambat kemajuan masyarakat Indonesia waktu itu.
Selain itu, kita mengenal seorang tokoh bangsa, Bung Hatta, selain sebagai pembaca, Bung Hatta juga seorang penulis, salah satu buku tulisan yang pernah dilarang berjudul "Demokrasi Kita". Buku itu dilarang beredar oleh penguasa militer pada tahun 1960 yang berisikan kritik atas Kebijakan Soekarno yang dinilai otoriter. Sejatinya Hatta juga tengah berdakwah dan memperjuangkan sesuatu. Termasuk, otoritarianisme.
Lika liku berdakwah menggunakan tulisan memang bermacam-macam, Kendati demikian, berdakwah dengan tulisan kerap dianggap oleh sebagian orang sebagai cara paling aman, dan efektif dalam memberikan pengaruh berupa ide dan gagasan. Terlebih ada istilah, "apa yang kamu katakan akan hilang dan apa yang kamu tulis akan abadi", berdakwah dengan pena, atau menulis berarti dapat dikatakan melukis keabadian. Buku bisa menembus ruang dan waktu, dibaca oleh siappaun termasuk dizanan manapun, dan terbukti kita dapat mengenal junjungan Rasulullah SAW, Para Sahabat, Tabi'in, para tokoh bangsa pun melalui literask, buku dan tulisan.
Generasi millenial, dapat sekali memilih jalur ini sebagai alternatif untuk berdakwah menyebarkan kebaikan berupa ide dan gagasan. Lagi pula, soapa tahu, akan lahir penulis seperti Ashma Nadia, dan Habiburrahman El Shirazy berikutnya di negeri ini, dimana hasil tulisannya, buku-bukunya kerap kali mewarnai dunia perfilman di Indonesia, seperti Ayat-ayat Cinta (AAC), Ketika Cinta Bertasbih (KCB), Surga yang tak dirindukan, Rumah Tanpa Jendela dan lain sebagainya.
Terakhir, berdakwah dengan lisan, atau ucapan, (ceramah, tausyiah, pidato) dan semacamnya. Kalau kita melihat, bahwa banyak sekali icon-icon penceramah besar, populer dan berpengaruh di negeri ini, dari dulu sampai saat ini. Dulu kita mengenal, penceramah dengan julukan sejuta umat, KH Zainuddin MZ, Aa Gym, bahkan sosok yang kehadirannya dinilai banyak orang berhasil merekonstruksi anggapan umum, bahwa berdakwah dengan lisan (berceramah) itu tugas orang tua, sepuh dan lansia, dialah UJE (Ustadz Jefri Al Buchori). Ustadz muda yang kemudian menjadi langkah awal munculnya trend dakwah yang dilakukan oleh anak anak muda millenial di televisi, seperti, Ustadz Solmed, Ustadz Subkhi, Alhabsi dan sebagainya. Bahkan belakangan muncul penceramah dengan membaya gaya gaul millenial, seperti Ustad Hanan Attaki, dan Ustadz Effie Effendy atau kerap disebut ustadz Gapleh (Gaul Tapi Sholeh).
Nampaknya, untuk dakwah bil Lisan lebih banyak diperankan, dibandingkan dua corak dakwah lainnya. Untuk dakwah bil lisan kita tidak kekurangan orang. Bahkan kita hampir hafal menyebutkan semua nama-nama para pendakwah di Indoneska dari massa ke massa.
Namun satu hal yang menarik bahwa dalam ceramah, juga terdapat corak dan ragamnya masing-masing, ada yang berdakwah dengan cara dagelan, humor, lembut, satire, bahkan sampai keras dan cenderung provokatif.
Hal ini yang sebaiknya, generasi millenial fahami, baik kapasitasnya sebagai seorang pendakwah atau sebagai seorang pendengar dakwah (ceramah). Supaya kita tidak gampang mengikuti, mengidolakan, dan mencontoh seseorang, termasuk para pendakwah.
Untuk itu sebaiknya, kita sama sama mempelajari firman Allah SWT soal perintah dakwah, dalam surat An-Nahl ayat 125, disana Allah jelas sekali menjelaskan "serulah kepada jalan tuhanmu dengan kasih sayang (Bil Hikmah) dan kalimat-kalimat yang baik (mauidzatul hasanah) , dan debatlah mereka dengan perdebatan yang lebih baik".
Secara tekstual Allah memerintahkan untuk menyampaikan dakwah, dan garis besarnya dengan cara yang "baik". Maka dapat disimpulkan, bahwa setiap.orang khususnya generasi millenial, dapat mengambil corak dan cara apapun dalam berdakwah (berceramah), yang terpenting Dakwah itu disampaikan dengan cara-cara yang baik. Dan tidak provokatif, tidak mengalahkan dan tidak mengkafirkan kelompok lain, seperti yang kerap kali terjadi dalam corak dakwah bil lisan.
Terakhir, dakwah itu soal dampak, niat yang baik jika tidak diikuti dengan cara yang baik tentu saja dampaknya juga tidak baik. Kita tidak sedang memaksa orang dalam beragama, tugas dari dakwah pada dasarnya adalah mengajak dan mengingatkan, sekali lagi bukan memaksa.
Seperti dalam sebuah ajakan, tentu saja ada orang-orang yang belum mau diajak, menolak, dan belum merasa terpanggil. Namun kita mesti ingat sebuah kisah luhur, bahwa dahulu Rasulullah SAW saat hendak mengajak dan memaksa pamannya sendiri, Abu Thalib masuk ke dalam Islam, namun Allah SWT pun berfirman "Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat memberikan petunjuk dan hidayah kepada orang-orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah SWT yang dapat memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendakinya". Untuk itu, tugas setelah mengajak orang kepada kebaikan adalah berdoa dan mendoakan semoga orang yang belum mau diajak diberikan Hidayah dari Allah SWT