Perempuan di Tengah Kebangkitan Bangladesh

Perempuan di Tengah Kebangkitan Bangladesh
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina Wajed/net.

MONITORDAY.COM - Status perempuan di Bangladesh tengah mengalami  era kebangkitan selama beberapa abad terakhir. Dimana, negara yang merdeka pada tahun 1971 ini telah mengalami pemberdayaan politik bagi perempuan.

Perempuan Bangladesh terus berjuang untuk mencapai status yang setara dengan laki-laki akibat norma-norma sosial yang memaksakan peran gender yang membatasinya.

Maka, negara yang memisahkan diri dari India ini telah berhasil mengangkat derajat perempuan dengan mengisi  jabatan strategis seperti posisi Perdana Menteri, Ketua Parlemen, dan Pemimpin Oposis  dinakhkodai para perempuan hebat.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh Duta Besar Indonesia untuk Bangladesh dan Nepal, Rina Soemarno dalam diskusi virtual Kopi Pahit dengan tajuk "Who The Next Asian Tiger," Kamis (15/7/2021).

Perlu diketahui, Perdana Menteri Bangladesh saat ini dipegang oleh Sheikh Hasina Wajed yang telah memimpin dua periode, yakni 1996 - 2001 dan 2009 sampai sekarang yang merupakan anak sulung dari Sheikh Mujibur Rahman, presiden pertama Bangladesh.

Sementara, Ketua Parlemen Bangladesh didapuk oleh Shirin Sharmin Chaudhury sejak April 2013. 

Dipihak lain, mantan Perdana Menteri Bangladesh tiga kali, Begum Khaleda Zia memimpin oposisi saat ini dari Partai Nasionalis Bangladesh.

Kendati demikian, jika kita mengunjungi pasar tradisional di Bangladesh, jangan harap akan menemukan pedagang perempuan. Karena hampir semua yang berjualan adalah laki-laki. Mengapa?

Secara hukum, negara yang berbahasa resmi Bengali ini menganut sistem campuran, terutama hukum umum yang diwarisi dari masa lalu kolonialnya serta hukum Islam yang pada umumnya menyangkut status pribadi khususnya perempuan dalam hal kebebasan beriteraksi di luar rumah.

Munculnya ketidaksetaran adalah akibat dari norma-norma gender tradisional sehingga perempuan lebih banyak beraktivitas di rumah saja.

 .