Perampok Uang Negara bisa Pulkam juga urus KTP elektronik, Maling Kelas Teri Pulang ke Rahmatullah

Buronan terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali menjadi sorotan publik setelah kembali ke Indonesia dan tetap lolos eksekusi hukum.

Perampok Uang Negara bisa Pulkam juga  urus  KTP elektronik, Maling Kelas Teri Pulang ke Rahmatullah

MONITORDAY.COM - Buronan terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali menjadi sorotan publik setelah kembali ke Indonesia dan tetap lolos eksekusi hukum.

Djoko Tjandra yang telah buron sejak 2009 itu bahkan bisa mengurus KTP elektronik atau e-KTP secara kilat dan digunakan untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) terkait kasus hukum yang membelitnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lurah Grogol Selatan Asep Subhan menjelaskan ia tidak mengetahui status hukum buronan yang saat ini diketahui tengah berada di Malaysia tersebut. Saat itu, dia mengatakan, Djoko datang layaknya warga biasa.

Ia menambahkan Djoko tidak terlihat panik atau memiliki rasa takut saat datang ke kantor kelurahan. "Kalau saya tahu itu buronan, saya minta advice dulu ke pimpinan. Kita kan bicaranya by sistem, dia tinggal di RW 08, simprug golf satu," katanya di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan hingga saat ini Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil Provinsi DKI belum pernah menerima informasi tentang pelepasan kewarganegaraan.

Dia menuturkan, Ditjen Dukcapil membutuhkan informasi dan data dari Kemenkumham terkait kewarganegaraan Joko Soegiarto Tjandra. 

"Apabila terbukti yang bersangkutan sudah menjadi WNA, maka KTP el dan KK WNI akan dibatalkan oleh Dinas Dukcapil DKI," jelas Zudan.

Menurut dia, sampai saat ini Ditjen Dukcapil tidak memiliki data tentang data cekal dan buronan.

"Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subyek hukum yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang," ungkap Zudan.

Menurut dia, agar kasus seperti ini dapat dicegah, Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil perlu diberi pemberitahuan tentang data orang yang dicekal, DPO/buronan.

"Apabila sudah ada data buronan/DPO, maka Dukcapil tetap akan memproses rekam sidik jari dan irish mata serta foto wajah agar data penduduk tersebut masuk ke dalam data base kependudukan. Namun, KTP elektroniknya akan diberikan pada saat yang bersangkutan memenuhi kewajiban hukumnya," tuturnya. 

Menurut dia, hal ini sesuai dengan Pasal 8 UU No 24 Tahun 2013, yaitu salah satu kewajiban Dinas Dukcapil adalah memberikan pelayanan yang sama dan professional kepada setiap penduduk atas setiap pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan, pihaknya tidak dapat mencekal Djoko Tjandra lantaran dia tidak masuk daftar merah pemberitahuan (red notice) dari Interpol.

"Seandainya dia masuk dengan benar, dia tidak bisa kami halangi karena dia tidak masuk dalam red notice," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, kamis lalu (2/7/2020). 

Menurut dia, Djoko Tjandra sudah tidak masuk lagi dalam daftar merah pemberitahuan Interpol sejak 2014.

Meski begitu, Yasonna menegaskan, hingga saat ini nama Djoko Tjandra tidak pernah ditemukan masuk ke Indonesia melalui pintu perlintasan keimigrasian.