Penguatan Peran UMKM Hadapi Faktor Eksternal

Faktor eksternal tidak selamanya menguntungkan. Situasi politik dan berbagai masalah dapat membuat ekonomi melemah. Setiap negara harus siap melakukan antisipasi agar tidak tenggelam dalam krisis. Ketidakpastian dan pelemahan perekonomian global sudah diperkirakan banyak pihak.

 

MONDAYREVIEW.COM – Faktor eksternal tidak selamanya menguntungkan. Situasi politik dan berbagai masalah dapat membuat ekonomi melemah. Setiap negara harus siap melakukan antisipasi agar tidak tenggelam dalam krisis. Ketidakpastian dan pelemahan perekonomian global sudah diperkirakan banyak pihak.

Perusahaan besar dan para konglomerat banyak yang kewalahan menghadapi berbagai gempuran. UMKM menjadi salah satu tumpuan harapan untuk survive dalam kondisi dunia yang sulit dan tidak menguntungkan bagi Indonesia. Kebijakan pengembangan UMKM diperlukan guna mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berbasis ekonomi pasar yang adil. Posisinya sedemikian srategis.

Pembiayaan adalah salah satu kunci. Kreit murah dan mudah akan mendongkrak kinerja UMKM. Terkait hal tersebut Pemerintah secara bertahap meningkatkan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama 5 tahun ke depan dengan target penyaluran mencapai Rp325 triliun di tahun 2024.

Kontribusi UMKM sedemikian nyata dalam menumbuhkan ekonomi kita. Menjadi target Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi, 60 persen PDB kita disumbangkan oleh UMKM. Pertumbuhannya tinggi, basisnya harus didorong tinggi pula.

Peningkatan target penyaluran KUR ini diikuti dengan relaksasi kebijakan seperti peningkatan maksimum plafon KUR mikro dan peningkatan akumulasi plafon KUR Mikro. Maksimum plafon KUR mikro semula Rp25 juta menjadi Rp50 juta per debitur. Untuk akumulasi plafon KUR Mikro sektor perdagangan juga meningkat dari Rp100 juta menjadi Rp200 juta. Perubahan kebijakan KUR ini telah berlaku sejak 2 Januari 2020.

Arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Kabinet Terbatas, suku bunga KUR diturunkan kembali menjadi 6%. Penurunan ini mengacu pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.

Kebijakan penurunan suku bunga tersebut diikuti dengan peningkatan penyaluran KUR sebesar 36% dibandingkan tahun 2019 menjadi Rp190 triliun pada tahun 2020.

Pencapaian Kebijakan KUR Sejak disalurkan kembali dengan skema subsidi bunga pada Agustus 2015. Total akumulasi penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2019 telah mencapai Rp472,8 triliun disertai Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah sebesar 1,1%.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir saat menyampaikan pidato kuncinya pada acara Sosialisasi Program KUR 2020, Selasa (21/01), di Jakarta sebagaimana dilansir setkab.go.id.

Di tahun 2019 yang baru berlalu target penyaluran KUR sebesar Rp140 triliun, dengan realisasi penyaluran sampai Desember 2019 telah mencapai sebesar Rp139,5 triliun atau 99,65% dari target. Peningkatan tidak terjadi hanya pada nominal penyaluran KUR saja, namun UMKM penerima KUR juga meningkat pesat dari 2,4 juta debitur pada tahun 2014 menjadi 4,4 juta debitur pada tahun 2018.

Adapun total akumulasi debitur penerima KUR dari Agustus 2015 sampai Desember 2019 telah mencapai 18,6 juta akad kredit atau sebesar 12,9 juta (berdasarkan NIK). Capaian ini menunjukkan bahwa penerima KUR didominasi oleh UMKM yang baru mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal, bukan UMKM yang berulang

Selain itu, sejak ditetapkan target penyaluran KUR di sektor produksi (sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, konstruksi dan jasa-jasa) pada tahun 2017, pangsa penyaluran KUR di sektor perdagangan menurun, sementara pangsa KUR di sektor produksi terus mengalami peningkatan.