Pengelolaan Laut Harus Bersandar Pada Empat Indikator Konstitusi

Pengelolaan Laut Harus Bersandar Pada Empat Indikator Konstitusi
Ketua Harian DPP KNTI, Dani Setiawan/(Monitorday)

MONITORDAY.COM - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendorong agar pengelolaan kekayaan laut Indonesia harus mengacu pada empat indikator yang tercantum dalam konstitusi. 

Ketua Harian KNTI, Dani Setiawan mengungkapkan, empat indikator itu merupakan tafsir Mahkamah Konstitusi atas Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

"Mahkamah Konstitusi menafsirkan pasal itu ketika menguji Undang-Undang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Apa sih yang dimaksud dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, terutama dalam konteks pemanfaatan sumber daya laut," kata Dani, dalam diskusi Kopi Pahit bertajuk "Laut Berdaulat, Indonesia Maju" pada Rabu (22/12). 

Dani Setiawan mengungkapkan, dari empat indikator tersebut, yang pertama adalah bagaimana kemanfaatan sumber daya alam yang ada, termasuk sumber daya laut tersebut bagi rakyat. 

"Jadi mungkin kekayaan alamnya banyak, kaya, besar, ikannya melimpah, produksi perikanan tangkap kita nomor 2 setelah China, tapi kalau kekayaan laut itu tidak bermanfaat bagi rakyat dan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok orang yang punya modal atau untuk kepentingan negara lain, maka itu melanggar konstitusi," ujarnya. 

Kedua, lanjut Dani, tingkat pemerataan manfaat dari sumber daya alam yang ada. Jadi selain kemanfaatan bagi rakyat juga tingkat pemerataan manfaat tersebut bagi rakyat. 

"Jadi mungkin bisa dimanfaatkan oleh sebagian orang di Indonesia, tapi pemenfaatanya itu tidak merata, ada orang yang dapat manfaatnya, ada lebih banyak orang tidak mendapatkan manfaat, dan itu juga melanggar konstitusi," ungkapnya. 

Ketiga, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam. Jadi, menurut Dani, selain manfaatnya terdistibusi dengan merata, juga sejauh mana rakyat terlibat dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. 

"Sejauh mana nelayan-nelayan kecil yang jumlahnya lebih dari 90% itu bisa menerima manfaat dari kekayaan sumber daya alam kita, sejauh mana masyarakat pesisir juga bisa menikmati kekayaan sumber daya alam kita atau seluruh masyarakat Indonesia," lanjut Dosen FISIP UIN Jakarta ini. 

Keempat, penghormatan terhadap rakyat secara turun-temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam. Menurut Dani, dalam hal ini hak-hak lokal masyarakat adat, Local Wisdom, dalam memanfaatkan dan mengelola sumber sumber daya alam di wilayahnya termasuk sumber daya laut, juga mendapatkan pengakuan dari negara dan dijamin oleh konstitusi. 

"Jadi menurut saya ini panduan, harusnya kita semua terutama pemerintah dalam menjalankan atau mengelola manajemen sumber daya alam termasuk di laut, itu berpegang pada perintah Mahkamah Konstitusi," lanjut Dani. 

Lebih lanjut, Kepala Litbang Monday Media Group ini menyatakan, bersandar pada konstutusi tersebut penting mengingat apabila kekayaan laut Indonesia tidak dikelola dengan baik, maka kemanfaatannya bisa diambil oleh asing. 

"Karena hukum internasional mengkatakan begitu, kalau tidak dimanfaatkan lautmu itu, maka orang lain kalau mengajukan untuk mengambil manfaat di situ boleh. Kan ini masalahnya, sudahlah tidak ada aktivitas penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif, juga pengawasan yang masih kurang optimal," jelasnya. 

"Kadang-kadang narasi yang besar semacam ini tidak keluar karena kita menganggap hal-hal yang semacam itu menjadi urusan sektoral. Padahal yang kita bincangkan ini adalah bagaimana kita bisa berdaulat di laut, dan bagaimana kekayaan laut kita itu mampu menyejahterakan rakyat sebagaimana empat indikator dari Mahkamah Konstitusi tadi," demikian Dani Setiawan.