Pengamat: Pilkada Kota Medan dalam Pusaran Politik Dinasti
Dampak dari jenis politik dinasti, kalau dipaksakan akan buruk buat demokrasi dan pembangunan daerah.

MONITORDAY.COM - Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dengan tingkat energi dan dinamika politik yang tinggi yang diperhitungkan secara geografis dan demografis oleh partai politik terutama daerah pemilihan di luar Jawa.
Dan Kota Medan merupakan pusat politik di Sumatera Utara. Sehingga ada istilah jika sudah taklukkan Kota Medan maka dengan mudah dapat menaklukkan Sumatera.
"Karena itu, untuk memimpin Kota Medan diperlukan tokoh atau figur yang memiliki kapasitas dan kemampuan memimpin yang mumpuni. Baik secara intelektual, politik, kebudayaan, ekonomi dan menegerial yang radikal," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Studies (IPS), Alfarisi Thalib kepada Monitorday.com di Jakarta, Selasa (31/12/19).
Ia kemudian mengungkapkan, bahwa Pilkada 2020 di kota Medan menjadi sangat seksi lantaran menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution maju dalam perhelatan akbar 5 tahunan tersebut.
"Ini menunjukkan Kota Medan memiliki daya politik yang tinggi," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sedikit banyaknya Boby telah bersentuhan dengan berbagai latar dan tokoh politik, sebab sebagai menantu Presiden, keluarganya telah mejadi pusaran politik.
"Sehingga ketika dia menyatakan maju dalam pilkada Kota Medan, secara tidak langsung sebagai menantu Presiden, ia bakal mendapatkan banyak kemudahan baik fasilitas, akses politik maupun jejaring kekuasaan," kata pria yang akrab disapa Faris ini.
Ia kemudian menilai, walaupun Presiden Jokowi menyatakan tidak akan mengintervensi, namun watak politik masih sulit menghindari itu.
"Mungkin Jokowi tidak melakukan itu, tapi hirarki politik, afiliasi kekuasaan, dan kental pejabat kita akan melakukan itu, minimal memberi keistimewaan kepada Boby selama proses kampanye," ujarnya.
"Sehingga itulah, kenapa kita memberi kritik kepada politik yang bersifat dinastik. Sebab ia akan sulit dipisahkan ia sebagai rakyat biasa dengan ia sebagai menantu Presiden yang harus memperoleh fasilitas dan keistimewaan politik dibanding yang lain," imbuhnya kemudian.
Ia kemudian mengatakan, dampak dari jenis politik dinasti, kalau dipaksakan akan buruk buat demokrasi dan pembangunan daerah. Sebab ia tidak otentik, ia akan lahir sebagai tokoh yang palsu, dan pemimpin yang pura-pura.
"Pejabat seperti ini jika memimpin, tidak akan punya sara kepekaan, empati dan simpati pada kondisi sosial masyarakat, apa lagi ikut menyelami penderitaan dan aspirasi rakyat, sebab tujuan dia bukan itu melainkan eksploitasi sumberdaya dan pengembangan bisnis kelompoknya," tuturnya.