Pengamat Pendidikan: Hoaks dan Kebencian Bikin Anak Didik Keliru Berpikir
Pengamat Pendidikan Desvian Bandarsyah menilai perilaku oknum guru agama SMAN 87 Jakarta berinisal NK yang mengajarkan kebencian kepada anak didiknya terhadap Kepala Negara yang masih menjabat saat ini, Joko Widodo, sangatlah tidak patut dan dibenarkan.

MONITORDAY.COM – Pengamat Pendidikan Desvian Bandarsyah menilai perilaku oknum guru agama SMAN 87 Jakarta berinisal NK yang mengajarkan kebencian kepada anak didiknya terhadap Kepala Negara yang masih menjabat saat ini, Joko Widodo, sangatlah tidak patut dan dibenarkan.
Terlebih lagi situasi politik semakin meningkat menjelang Pilpres dan Pileg yang berlangsung serentak.
“Jika dia memiliki pilihan politik sendiri, silahkan saja itu sah dilindungi oleh UU. Akan tetapi menjadi persoalan, saat dia mencoba memaksakan pilihannya kepada orang lain dalam hal ini anak didiknya,” kata Desvian Bandarsyah melalui pesan singkatnya ke Monitorday.com, Jum’at (12/10)
Sejatinya, terang Desvian, dunia pendidikan dan guru sebagai pendidik memiliki misi yang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam konteks ini, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah bahwa guru berkewajiban menyampaikan informasi yang terbuka berimbang dan tidak indoktrinatif, terlebih lagi menggunakan hoax fitnah dan kebencian dalam menyampaikan informasi kepada siswa sebagai bagian dari pendidikan yang diajarkannya.
“Jadi itu sangat keliru sekali. Bahkan, pengetahuan dan informasi yang disampaikan oknum guru itu dapat dikategorikan sesat dan menyesatkan para siswa,” tutur Ketua Fokal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta.
Lebih jauh Desvian menjelaskan sebagai pendidik hendaknya guru bisa memilah dan memilih informasi dan pengetahuan yang baik dan juga menguasai bagaimana caranya menyampaikan pengetahuan dan informasi dengan baik kepada siswanya.
Sehingga, siswa dapat memperoleh pengetahuan dan informasi yang dapat membentuk karakter positif dan kepribadian yang otonom melalui pengetahuan yang baik.
“Lebih baik dipertontonkan audio visual yang menggambarkan rasa optimisme dan spirit keberilmuan. Boleh saja dia menunjukkan cuplikan video yang menggambarkan kekuasaan Tuhan semisal musibah gempa atau bencana , tetapi dalam rangka agar si anak didik mengambil hikmah, berempati terhadap sesama dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Bukan sebaliknya, dimasukkan unsur politik yang melahirkan kebencian terhadap kelompok lainnya,” terang Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka (UHAMKA).
Desvian menambahkan siswa juga memiliki hak untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang dapat digunakannya untuk mengembangkan otonomi berpikirnya, dengan itu ia menjadi pribadi yang kuat dan diharapkan dapat mengembangkan diri dalam kehidupan yang lebih baik, salah satunya dalam bidang politik.
“Mereka ini secara usia masuk dalam kategori pemilih pemula, maka sudah seharusnya mereka diberikan pemahaman politik yang baik. Jika dari awal, mereka diberikan pemahaman politik yang salah maka kedepannya pola pikir dalam politik cenderung salah. Coba bayangkan jika dari awal mereka ditanam kebencian dan kemarahan terhadap individu atau kelompok yang berbeda pilihan, maka tidak menutup kemungkinan mereka tularkan juga kepada generasi selanjutnya,”
Jadi, menurut Bandar, oknum guru SMAN 87 itu telah melakukan kesalahan fatal bukan hanya menyebarkan fitnah hoax dan kebencian, tetapi juga memberikan ruang bagi perkembangan berpikir yang keliru bagi siswanya.
“Semoga ini tidak terulang lagi dalam praktek pendidikan dan pengajaran di negeri ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, media sosial beberapa hari lalu sempat diviralkan dengan adanya screen shoot dari salah satu orang tua siswa SMAN 87 yang menjelaskan bahwa salah satu guru agama telah mengumpulkan anak didiknya di tempat ibadah dan mempertontonkan cuplikan video musibah gempa Palu, Sulawesi Tengah. Namun, di tengah kegiatan itu, diduga sang guru menjelaskan bahwa segala musibah yang terjadi karena disebabkan tindakan Presiden Jokowi.