Pengamat Nilai Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Berisiko Kecurangan
Pelaksanaan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 sangat berisiko. Ini sepertinya pengambil keputusan tidak memperhatikan kepentingan substantif rakyat pemilih (demos), sebagai pemilik kedaulatan yang sesungguhnya.

MONITORDAY. COM - Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto menilai pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 sangat berisiko dan rawan kecurangan serta berpotensi terjadi praktik politik uang secara masif.
"Pelaksanaan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 sangat berisiko. Ini sepertinya pengambil keputusan tidak memperhatikan kepentingan substantif rakyat pemilih (demos), sebagai pemilik kedaulatan yang sesungguhnya," kata Andi di kutip dari Antara, Senin (22/06/2020).
Menurut Andi, Pilkada serentak di 12 kabupaten/kota di sana, termasuk Makassar tentu menyimpan sejumlah permasalahan dan banyak kepentingan sehingga menjadi perhatian dari para kandidat untuk bersaing memperebutkan kekuasaan itu.
Selain itu, masyarakat di Makassar juga sedang bertaruh dengan keselamatan jiwanya pada masa pandemi sekaligus juga berjuang memulihkan perekonomian.
Terkait keputusan untuk melanjutkan tahapan-tahap Pilkada, Andi juga menilai akan memicu praktik kecurangan dan malpraktik Pilkada karena memaksakan rekayasa pemilu dalam situasi non bencana alam.
"Kalaupun itu tetap di lakukan, bisa dipastikan Pilkada serentak ini produk cacat demokrasi, atau tidak berkualitas dan penuh pelanggaran," ujarnya.
Selanjutnya, dari sisi pengawasan akan sulit untuk berjalan optimal, sehingga sangat terbuka bagi para kandidat akan memanfaatkan pragmatisme pemilih, yang terdampak secara sosial ekonomi.
"Modus kecurangan sangat berpotensi seperti pembagian bantuan sosial hingga politik uang, sangat terbuka dalam suasana 'demand-side' yang meningkat pada satu sisi dan lemahnya pengawasan pada sisi lain," imbuhnya.
"Kita tidak menolak Pilkada serentak sebagai bagian dari agenda demokratisasi politik, tetapi hanya butuh masa adaptasi yang cukup, untuk melanjutkan tahapan-tahapan itu setelah status darurat bencana ini dicabut," tambahnya.
Aturan teknis penyelenggara berupa Peraturan KPU Nomor 5/2020, kata dia, harus memastikan pelembagaan protokol kesehatan di setiap aktivitas Pilkada. Termasuk mekanisme sanksi bagi pihak yang melanggar secara proporsional dan adil.