Pemilu 2019 Ujian Kebhinekaan Indonesia

Selain karena menjadi bagian dari Pemilu Serentak pertama di Indonesia, juga karena dianggap menjadi ujian penting bagi kebhinekaan Indonesia.

Pemilu 2019 Ujian Kebhinekaan Indonesia
Ilustrasi foto

MONITORDAY.COM – Ada yang menarik dari pelaksanaan Pemilu 2019 yang baru saja kita lewati dan kini tengah sampai pada proses perhitungan akhir di tingkat provinsi. Selain karena menjadi bagian dari Pemilu Serentak pertama di Indonesia, juga karena dianggap menjadi ujian penting bagi kebhinekaan Indonesia.
Ujian pertama, seperti sempat diungkap mantan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa ada problem kampanye dari salah satu pasang calon yang terlalu ekslusif dan kurang mengakomodir keberagamaan.
Ujian kedua, adalah adanya tudingan kepada salah satu pasangan calon bahwa mereka tidak mengakomodir kepentingan Islam, alih-alih malah anti terhadap Islam. Ini menjadi penting, karena sejarah bangsa Indonesia tak bisa dipisahkan dari sejarah panjang keberadaan agama-agama di Indonesia, terutama Islam.
Hasil survei, hitung cepat (quick qount), perhitungan suara (real qount) dan fakta eloktroral lainnya yang dikumpulkan sejumlah lembaga survei sebetulnya menunjukkan, bila ujian itu berhasil dilewati masyarakat Indonesia secara dramatis.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA terbaru misalnya, menunjukkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'-ruf Amin justru unggul dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di segmen pemilih umat Islam.
Peneliti LSI Denny JA , Ardian Sopa mengatakan Jokowi-Ma'ruf unggul dengan angka 54,9 persen sampai 64,8 persen. Sedangkan Prabowo-Sandi mendapat 35,2 persen hingga 45,1 persen.
Rinciannya Jokowi-Ma'ruf unggul di pemilih Islam yang terafiliasi Nahdlatul Ulama (NU) dengan angka 60,4 persen hingga 70,3 persen. Prabowo-Sandi dengan angka 29,7 persen hingga 39,6 persen. NU sendiri menyumbang 50,1 persen dari jumlah responden pemilih Islam. 
Secara tak langsung, hasil survei tersebut hendak menunjukkan bahwa tudingan anti Islam yang selama ini dialamatkan kepada Jokowi, tidak benar.
Keunggulan di Segmen Muhammadiyah
Jokowi-Ma'ruf bahkan berhasil unggul di kalangan pemilih Islam yang terafiliasi Muhammadiyah dengan angka 51,3 persen hingga 61,2 persen. Sementara Prabowo-Sandi unggul dengan angka 38,8 persen hingga 48,7 persen. Muhammadiyah menyumbang 4,8 persen dari jumlah responden pemilih Islam. 
Jokowi-Ma'ruf juga unggul dalam 49,2 persen hingga 59,1 persen di pemilih Islam yang tidak terafiliasi dengan ormas Islam manapun. Prabowo-Sandi unggul di angka 40,9 persen hingga 50,8 persen. Pemilih Islam independen ini menyumbang 39,8 persen dari jumlah responden Islam. 
"Jokowi-Ma'ruf unggul di Muhammadiyah dan NU, dan Prabowo-Sandi unggul di FPI," ujar Ardian.
Ardian menjelaskan, Prabowo-Sandi unggul di kalangan pemilih dari FPI dengan angka 95,1 persen hingga 100 persen dan dari pengikut PA 212 dengan angka 45,1 persen hingga 55 persen. Catatan, 0,3 persen responden berasal dari FPI dan 0,3 persen responden dari PA 212.
Dukungan dari Minortitas
Dari segmen pemilih minoritas, Jokowi-Ma'ruf berhasil unggul telak juga dari Prabowo-Sandi. Berdasarkan hasil survei maupun exit poll LSI Denny JA, dukungan Jokowi-Maruf di pemilih minoritas dalam rentang 83,6 persen hingga 93,5 persen. Sementara Prabowo-Sandi memperoleh dukungan di pemilih minoritas dalam rentang 6,5 persen sampai 16,4 persen. 
Sejak awal pendaftaran capres-cawapres, Jokowi-Maruf memang selalu unggul dari Prabowo-Sandi di pemilih minoritas. Meski ketika awal Ma'ruf Amin dipilih menjadi cawapres Jokowi, sempat membuat pemilih minoritas sebagian beralih ke Prabowo-Sandi.
Hanya saja, setelah ijtima ulama yang menyatakan dukungan kepada Prabowo-Sandi, dan menguatnya kampanye yang berbasis identitas, pemilih minoritas ini mengalihkan kembali dukungannya ke Jokowi-Maruf. 
Puncak perubahan dukungan dari segmen minoritas ini adalah ‘Kampanye Akbar’ yang sempat dikritik sejumlah kalangan, terutama Susilo bambang Yudhoyono, lantaran dinilai terlalu ekslusif dan tak mengakomodasi keberbedaan.
Pada akhirnya, memang rakyatlah yang menjadi penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Dan nyatanya, pada Pilpres dan Pileg 2019 kali ini, mereka telah menentukan, untuk tetap dalam bingkai kebhinekaan, seperti dikehendaki para pendiri bangsa.