Pemerintah ‘Zaman Now’ Belajar Pendidikan Vokasi Sampai ke Negeri Ratu Elizabeth

Sejak tiga dekade lalu, Inggris telah merancang sistem sertifikasi keahlian dan vokasional secara sistematis.

Pemerintah ‘Zaman Now’ Belajar Pendidikan Vokasi Sampai ke Negeri Ratu Elizabeth
London, England, UK

MONDAYREVIEW.COM  – Jauh sebelum revolusi industri dimulai, perekonomian di Tanah Inggris masih bercorak agraris. Struktur sosial masyarakat Inggris pun bersifat feodal, terdapat stratifikasi masyarakat berdsarkan besar kecilnya kepemilikan tanah. Mereka terbagi dalam dua, tuan tanah (Land Lord) dan Petani (Peasant).

Pun demikian dengan produksi barang, masih bercorak konvensional, dengan mengandalkan tenaga manusia dan tenaga hewan (produksi padat karya). Tempat produksi juga belum dilakukan di pabrik, melainkan di bengkel kerja atau gilda.

Sampai akhirnya, ‘Revolusi Industri’ dan beragam penemuannya yang mengagumkan datang dan membawa kemajuan begitu pesat di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Ilmu dan teknologi kemudian diletakan di atas segalanya. Rasio ketika itu, dipercaya dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi ummat manusia.

Seolah hendak meminjam mantra revolusi tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam Forum Pendidikan Dunia di London, Inggris, berdialog dengan Menteri Pendidikan Inggris Rt Hon Nick Gibb MP. Keduanya bertukar pemikiran tentang pengalaman mereformasi pendidikan di negara masing-masing, terutama pendidikan vokasi.

Sebagai salah satu negara maju, Inggris Raya telah mengembangkan model pendidikan dan latihan yang telah mengalami berbagai penyesuaian dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Dengan pengalaman panjang ini, Inggris Raya pun telah mampu bertahan dan tampil sebagai salah satu penyedia pendidikan terbaik di dunia.

Ada begitu banyak pula negara yang telah belajar ke pusat-pusat pendidikan dan latihan di Inggris Raya, ia seumpama magnet yangdapat menarik setiap benda yang ada di dekatnya. Makanya tak heran bila kemudian Indonesia pun tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Inggris.

Dan ini terbukti, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Inggris belum lama ini sepakat melakukan kerjasama di bidang pendidikan vokasi yang akan ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman dalam waktu dekat.

Mendikbud Muhadjir Effendy pun mengatakan, terkait kesepakatan ini, Indonesia menyadari perlu adanya reformasi pembelajaran dalam kelas, perubahan orientasi kurikulum, dan revitalisasi pendidikan vokasi di sekolah menengah kejuruan (SMK).

Sejak tiga dekade lalu, Inggris memang telah merancang sistem sertifikasi keahlian dan vokasional secara sistematis untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja ahli. Perubahan-perubahan standar kualifikasi yang ditetapkan sejak tahun 1980 hingga kini menunjukkan bahwa Pemerintah Inggris terus berusaha meningkatkan pendidikan vokasinya. Pemerintah Inggris juga berkolaborasi dengan pihak swasta dalam pengimplementasian pendidikan vokasi, yang sesuai denga standar kompetensi dan kebutuhan dalam persaingan global.

Davina Azalia Khan, dalam buku 'Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris', yang diterbitkan Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, melansir beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari model pendidikan vokasi di Inggris.

Pertama kata Davina, melakukan inisiasi program yang dapat mendukung pendidikan kecakapan vokasional melalui sektor formal dan informal, serta menentukan standar kompetensi atau kualifikasi yang terintegrasi baik untuk kualifikasi umum maupun vokasional sejak jenjang pendidikan SMA hingga pendidikan tinggi.

Pelajaran kedua dari apa yang dialami negeri Ratu Elizabeth ini adalah berkaca pada program apprenticeship, dimana Indonesia dapat meningkatkan partisipasi perusahaan dan institusi swasta sebagai upaya peningkatan impelementasi konsep triple helix antara institusi pendidikan, pemerintah, dan juga swasta melalui program magang yang terstruktur dan diakui kualifikasinya. Hal ini kata Davina, bisa diselaraskan dengan skala prioritas bidang industri yang sesuai dengan Nawacita dan Indonesia Emas 2045.

Pelajaran lainnya yang dapat kita petik menurut lulusan MA Education and International Development dari Institute of Education, University College London ini adalah di sektor formal, pemerintah perlu berkolaborasi secara lebih serius dengan pihak swasta dalam menentukan standar kompetensi dan kualifikasi terkait engetahuan dan skills dalam bidang vokasi. Termasuk juga aturan penyelenggaraan pendidikan vokasi berbentuk sekolah formal dan lembaga kursus.

Akhirnya, kata Davina, pemerintah perlu secara konsisten meningkatkan kualitas pendidikan vokasi. Penting juga untuk mempertimbangkan prioritas dan aneka kebijakan pembangunan Indonesia, serta mengikuti perkembangan ketetapan ASEAN dalam kerangka ASEAN Community. Sehingga sertifikasi keahlian yang ditetapkan pemerintah Indonesia diharapkan dapat ditransfer ke tingkat ASEAN sebagaimana sertifikasi Inggris yang dapat ditransfer ke sistem sertifikasi Uni Eropa (EQF).

 

[Msi]