Pemerintah Diharapkan Miliki Perencanaan Matang Salurkan Bantuan Pulsa

Dalam aturan terbaru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020, selama masa penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 yang ditetapkan pemerintah pusat, sekolah dapat menggunakan dana BOS reguler untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Pemerintah Diharapkan Miliki Perencanaan Matang Salurkan Bantuan Pulsa
Ilustrasi Dana BOS / Fhoto : Asia Federasi.com

MONITORDAY.COM - Pemerintah diharapkan memiliki perencanaan matang dalam menyalurkan bantuan pulsa melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sebut Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Kamis (27/8)

"Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah Reguler," sebut Uchok dalam siaran persnya

Dalam aturan terbaru tersebut disebutkan, selama masa penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 yang ditetapkan pemerintah pusat, sekolah dapat menggunakan dana BOS reguler untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Langkah pemerintah melalui Kemendikbud yang telah membuat Juknis penggunaan dana BOS untuk pembelian pulsa atau paket data dalam mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah, direspon positif CBA.

Menurut dia, Kemendikbud harus memberi bantuan kepada siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Seharusnya, kata dia, dalam juknis tersebut Kemendikbud juga tak hanya memberikan bantuan pulsa saja, tetapi juga harus memberikan ruang kepada sekolah memanfaatkan dana BOS untuk membeli gawai.

“Sebab masih banyak siswa dan guru yang tak memiliki gawai. Mungkin di Jakarta setiap siswa dan guru sudah memiliki gawai. Namun di luar Jakarta dan beberapa wilayah yang masyarakatnya memiliki daya beli terbatas mungkin belum tentu satu siswa atau guru memiliki gawai. Mungkin Kemendikbud bisa meminta partisipasi vendor handset untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Vendor handset bisa mengalokasikan dari dana CSR mereka,” papar Uchok.

Uchok berharap nantinya pulsa yang dibagikan Kemendikbud tersebut merata, jangan memilih siswa yang tidak mampu saja.

Sebab saat ini semua lapisan masyarakat terkena imbas COVID-19 yang menyebabkan penghasilan orang tua juga menurun termasuk siswa yang orang tuanya terkena PHK.

Saran Uchok, pemberian pulsa atau kuota data guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah juga harus disesuaikan dengan kebutuhan proses pembelajaran, jangan sampai pulsa atau kuota yang diberikan kepada siswa atau guru tak mencukupi.

Dia berharap, Kemendikbud dapat segera berdialog dengan operator telekomunikasi untuk mencari solusi terbaik mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah, katanya menyarankan.

“Seperti meminta kepada operator untuk memberikan harga spesial atau kuota yang lebih bagi siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Dengan harga pulsa Rp100 seperti saat ini saya pikir tidak cukup. Karena pelaksanaan pembelajaran dari rumah membutuhkan video conference. PNS saja mau dikasih bantuan pulsa Rp200 ribu oleh pemerintah. Masa pulsa untuk pelaksanaan pembelajaran dari rumah di bawah itu,” ujarnya.

Dia menyarankan, Kemendikbud dan seluruh kepala dinas pendidikan provinsi maupun kabupaten dan kota seluruh Indonesia memilih operator telekomunikasi handal dengan kualitas terjamin, jangan sampai salah memilih.

Agar tak salah memilih, dia berharap Kemendikbud dan dinas pendidikan di daerah memiliki perencanaan yang baik termasuk jumlah besarnya kuota yang diberikan serta memilih operator dengan kualitas terbaik dan terhandal guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

"Jangan sampai hanya mempertimbangkan harga murah dari operator telekomunikasi, tanpa memperhatikan kualitas layanan yang diberikan. Jika ada operator yang memiliki kualitas buruk, sering buffering dan sinyalnya lemah, seharusnya menjadi pertimbangan untuk tidak memilihnya karena akan menghambat proses belajar mengajar peserta didik," katanya.

Dia juga berharap Kemendikbud dan dinas pendidikan di daerah tinggal fokus mencari operator terbaik guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

"Jangan sampai pembelian pulsa yang menggunakan anggaran negara tersebut tidak bisa dipakai sama sekali sehingga menghambat proses belajar mengajar peserta didik. Ini bisa dikatagorikan potensi kerugian bagi masyarakat dan negara,” ujarnya