Pembelajaran Tatap Muka Dapat Mengancam Jiwa Anak

Pembelajaran Tatap Muka Dapat Mengancam Jiwa Anak
Ilustrasi foto/Net.

KASUS penyebaran Covid-19 mengalami kenaikan serius hampir di seluruh daerah usai libur Idulfitri 2021. Termasuk meningkatnya kenaikan kasus positiv Covid-19 yang dialami anak-anak Indonesia, kader-kader masa depan bangsa.

Jangan pertaruhkan keselematan jiwa generasi bangsa, rencana pemerintah memberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara terbatas pada tahun ajaran 2021-2022 perlu ditinjau ulang.

Sebagai orangtua, saya memaklumi alasan banyak orangtua murid, pemerhati pendidikan dan pemerintah, bahwa pembelajaran jarak jauh telah bikin jenuh, frustasi hingga menghancurkan social skill anak. Namun, semua ini demi keselamatan jiwa anak-anak bangsa prioritas utama. 

Pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum PTM dilaksanakan adalah, apakah semua guru telah divaksinasi? Bagaimana dengan tenaga admin, petugas sekolah, satpam, petugas kantin, dan hingga orangtua siswa? Semua itu prasyarat mutlak oleh penyelenggara.

Masih banyak potensi penyebaran Virus Corona jika pembelajaran tatap muka diselenggarakan. Seperti, sejauhmana kontrol terhadap anak yang menggunakan angkutan umum ketika akan berangkat sekolah. Apakah anak bisa dipastikan memakai masker dan menjaga jarak sesuai protokol kesehatan ketika berada di lingkungan sekolah. Janganlah karena kritik proses belajar online yang tidak optimal lalu mengambil kebijakan yang mengancam keselamatan jiwa anak.

Kluster sekolah dan pesantren yang terjadi di berbagai daerah harus menjadi alarm serius kepada pemerintah yang berencana ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sebagai contoh penutupan tiga sekolah di Batam akibat ada siswa yang dinyatakan positif Covid-19. Belum lagi ada klaster pondok pesantren di Bogor setelah 32 santri dinyatakan terinfeksi virus corona. 

Keputusan pemerintah menjadi penentu keselamatan jiwa anak dan orang banyak. Untuk itu, sebelum mengambil keputusan harus dengan pertimbangan yang matang dan kajian dari berbagai aspek. Jangan sampe keputusan yang salah dan dipaksakan akan menjadi hari kelam bagi anak dan orang tua. Perlu diingatkan, bahwa Ikatan Dokter Anak Indonesia belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka.

Jangan sampai penyesalan datang lantaran kita tidak mawas saat akan memberikan izin pembelajaran tatap muka. Pemerintah juga harus memperhatikan prediksi lonjakan kasus Covid-19 usai libur Lebaran.

Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menguatkan kekhawatiran saya, bahwa prediksi puncak penularan kasus Covid-19 usai libur lebaran akan terjadi pada akhir Juni hingga Juli. Menurut pakai epidemiologi, Dicky Budiman lonjakan kasus pada Juni-Juli bisa mencapai 50-100 ribu perhari. Sementara pembelajaran tatap muka rencananya dimulai pada tahun ajaran baru, sekitar bulan Juli.

Tak menutup mata, kekhawatiran kita akan kasus seperti di India bisa saja akan terjadi.

Alhasil, pemerintah, sekolah dan orang tua murid harus bisa menerima kenyataan jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk pembelajaran tatap muka. Setelah kasus landai dan semua prasyarat telah dipenuhi, bolehlah menimbang kembali anak-anak bangsa pergi ke sekolah menjemput ilmu untuk Indonesia Maju.