Peluang Besar Bisnis Energi dari Minyak Jelantah

MONITORDAY.COM - Di tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil akibat pandemi Covid-19, menjalankan bisnis merupakan tantangan berat. Namun minyak jelantah bisa menjadi salah satu jalan keluar bagi masyarakat untuk dijadikan bahan baku pembuatan bahan bakar biodiesel secara komersil.
Potensi besar mengunaan minyak goreng bekas pakai ini dipetakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam memenuhi kebutuhan pemanfaatan B30.
Subkoordinator Keteknikan Bioenergi Kementerian ESDM Hudha Wijayanto mengungkapkan ada dua prinsip utama yang harus dipenuhi apabila menjadikan jelantah sebagai bahan baku biodiesel.
Pertama, kualitas minyak jelantah harus mencapai standar spesifikasi biodiesel. Kedua, punya nilai keekonomian tinggi dan dapat diimplementasikan.
"Jika kedua prinsip tersebut bisa dipenuhi oleh biodiesel dari jelantah, maka potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional," kata Hudha, dalam siaran pers, dikutip Minggu (18/4/2021).
Sementara itu, Engagement Unit Manager Traction Energy Asia Ricky Amukti menegaskan keberadaan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan.
"Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup. Jika menumpuk di selokan, akan menimbulkan bau dan air selokan jadi kotor. Jika terserap di tanah, kualitas tanah akan menurun," ungkapnya.
Ricky menambahkan penggunaan biodiesel dari minyak jelantah ini akan menekan jumlah emisi karbon. Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, biodisel sendiri berpotensi mengurangi 91,7% emisi karbon dibandingkan solar.
"Jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon," tuturnya.
Melihat potensi besar tersebut, peluang ini ditangkap oleh pebisnis asal Makasar, Sulawesi Selatan Andi Hilmi sejak masih duduk di bangku SMA. Bisnis pengelolaan minyak jelantanya menghasilkan omzet higga Rp200 juta dalam satu bulan.
"Ketika itu kami mengembangkan puluhan diversifikasi energi. Namun, yang paling ideal adalah biodiesel," kata Andi yang mempunyai usaha biodiesel berskala indsutri "GenOil" sebelum 21 tahun.
Berawal dari kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga mengakibatkan para nelayan di Makasar tak bisa melaut, Andi pun mulai mencari solusi untuk menggantikan BBM dengan biodiesel dari minyak jelantah.
"Saya berusaha mencari pengganti energi terbarukan agar bisa digunakan oleh para nelayan. Prinsip saya, karya yang kita buat harus sesuai dengan kebutuhan pada saat itu. Ketika itu, biodiesel bisa menjawab masalah kelangkaan bahan bakar yang mengancam kedaulatan energi di masa mendatang," kata Andi.