Pejabat Kompak, Rakyat Selamat

Kebersamaan dan kekompakan adalah kunci utama bangsa kita dalam menghadapi Covid-19.

Pejabat Kompak, Rakyat Selamat
Petugas gabungan memberikan hukuman push up kepada warga yang tidak memakai masker saat razia Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta, Selasa (28/4/2020). ANTARA FOTO

MONDAYREVIEW.COM – Kekompakan merupakan hal sedang disoroti oleh masyarakat perihal komunikasi dan koordinasi pejabat publik di Indonesia. Anies Baswedan gubernur DKI Jakarta bermaksud untuk memperpanjang PSBB dan memperketatnya pasca kurva kasus yang tak kunjung menurun. Hal ini memancing reaksi dari Airlangga Hartarto, Menteri Koordinasi Perekonomian RI yang menyayangkan pernyataan Anies tersebut karena telah membuat IHSG ambruk. Ridwan Kamil juga mengomentari bahwa selayaknya Anies berkoordinasi dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan perihal PSBB.

Sebelum Anies mengumumkan PSBB, Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan bahwa kesehatan harus diutamakan dibanding ekonomi. Ekonomi tidak akan pulih jika aspek kesehatan tidak diperhatikan. Pernyataan presiden menyusul sekitar 60 negara yang tidak mengizinkan WNI untuk memasuki wilayahnya. Pada akhirnya dilaksanakanlah rapat koordinasi dan keputusan yang diambil adalah PSBB diperketat untuk wilayah DKI Jakarta yang dimulai pada Senin 14 September 2020. Kantor-kantor yang sebelumnya diizinkan masuk sekarang mulai kembali diwajibkan WFH. Hanya sektor esensial yang boleh beroperasi.

Adanya perbedaan pendapat dalam politik itu biasa, sebagai konsekuensi dari berdemokrasi. Sayangnya pejabat yang diberi amanah untuk menangani Covid-19 tidaklah sedang berpolitik, melainkan sedang menjalankan tugas. Ironis jika tugas penanganan covid-19 masih diwarnai bumbu-bumbu politik yang tak perlu ada. Masyarakat menyimpulkan seperti itu mengingat tidak sinkron dan kompaknya sikap pejabat perihal suatu isu. Jika pun belum menemui kesepakatan mengenai suatu keputusan, maka yang lebih baik adalah dirapatkan dulu, agar saat mengumumkan di masyarakat bisa satu suara.

Yang terjadi seolah-olah masing-masing individu pejabat punya suara masing-masing. Presiden Joko Widodo menyerukan peningkatan perhatian kepada aspek kesehatan masyarakat. Anies menekankan kepada perlunya PSBB yang lebih ketat bahkan mungkin seperti di awal pandemi. Sementara Airlangga cenderung lebih melihat pentingnya sektor ekonomi yang sudah mulai berjalan. Presiden selaku pemimpin dari orkes para menteri dan pemimpin daerah seharusnya bisa mengharmoniskan suara-suara yang ada sehingga tidak seperti bertentangan.

Jika pejabatnya saja tidak kompak, apalagi pendukung dan buzzernya yang memang sejak awal lebih senang adanya konflik dibanding perdamaian antara dua kutub politik yang berbeda. Perilaku buzzer saat covid-19 ini sangat memuakkan, karena senantiasa mengaitkan segala langkah pemerintah atau oposisi sebagai bagian dari manuver politik. Hal ini membuat masyarakat semakin bingung dan fokus penanganan pandemic teralihkan menjadi debat kusir di media massa. Para pihak yang didukung oleh influencer atau buzzer semestinya bisa meredam cuitan-cuitan buzzer yang kontra produktif dengan penanganan corona.

Kebersamaan dan kekompakan adalah kunci utama bangsa kita dalam menghadapi Covid-19. Hal ini perlu diteladankan dahulu oleh para pejabatnya agar rakyat bisa mengikuti. SBY bisa menjadi contoh bagaimana merekatkan beragam elemen politik untuk bersama mendukung kebijakannya, walaupun bukan berarti pada masa SBY tidak ada oposisi. Pada periode pertamanya, tagline yang diusung SBY adalah Bersama Kita Bisa, sebuah tagline yang perlu kita hidupkan kembali dan praktikan dalam penanganan pandemic secara menyeluruh.