Partisipasi Politik Masyarakat Besar, KPU Dan Bawaslu Harus Diminta Jamin Hak Pilihnya
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 masih menyisakan permasalahan. Per tanggal 12 April 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat ada 6649 pelanggaran Pemilu yang masuk ke Bawaslu. Diantaranya, sebanyak 548 kasus pidana Pemilu, 4759 kasus pelanggaran administrasi, 107 pelanggaran kode etik, 25 kasus politik uang dan kasus lainnya.

MONITORDAY.COM – Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 masih menyisakan permasalahan. Per tanggal 12 April 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat ada 6649 pelanggaran Pemilu yang masuk ke Bawaslu. Diantaranya, sebanyak 548 kasus pidana Pemilu, 4759 kasus pelanggaran administrasi, 107 pelanggaran kode etik, 25 kasus politik uang dan kasus lainnya.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo dalam acara diskusi publik yang bertajuk “Evaluasi Pelaksanaan Kampanye dalam Mewujudkan Pemilu 2019 yang Aman Jujur Adil Demokratis dan Bermartabat” di Hotel Rivoli, Jakarta Pusat (15/4).
Kemudian Wibowo juga menyampaikan permasalahan lainnya, kasus terbaru di Belanda, kurang lebih ada 11 ribu warga negara Indonesia yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kasus yang samapun terjadi di Sidney, ada warga negara Indonesia yang tidak bisa memilih.
“Kasus di Belanda bukan jumlah yang sedikit. Spirit partisipasi politiknya sangat besar, tetapi Komisi Pemilhan Umum (KPU) terkesan mengabaikan spirit mereka,”kata Wibowo.
Wibowo menambahkan, ”KPU dan Bawaslu hari ini harus bisa menjamin hak pilih bagi seluruh warga negara Indonesia.”
Hal seperti ini jangan sampai dianggap sebuah permasalahan teknis saja, tetapi harus dilihat juga hal seperti ini bisa di nilai politis. ”Jangan dipandang suatu permasalahan teknis, tetapi ini politis,”ucap Wibowo.
Terakhir dalam paparannya, Wibowo bepersan, Siapapun nanti pemenangnya, tentu harus bisa diterima, legowo. Kalau misal ada kecuranagan yang disertai bukti-buktinya, silahkan dilaporkan kepada yang berwenang. Tidak perlu people power, tidak perlu membuat kerusuhan karena sudah ada mekanismenya.