Pakar Pendidikan Nilai 'Hybrid Learning' Bisa Jadi Solusi Saat Pandemi

Pakar Pendidikan Nilai 'Hybrid Learning' Bisa Jadi Solusi Saat Pandemi
Ilustrasi/ Dok. ANTARA.

MONITORDAY.COM - Metode pembelajaran campuran atau yang dikenal hybrid learning dinilai bisa jadi solusi saat pandemi.

Demikian hal itu disampaikan Pakar Pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof H Ahmad Suriansyah, MPd, PhD di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (25/8/2021). 

"Kalau memang pembelajaran tatap muka digelar, pilihan terbaiknya sistem hybrid learning sebagai jalan tengah," kata Suriansyah. 

Lebih lanjut, Suriansyah menjelaskan, metode pembelajaran campuran merupakan gabungan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan.

Ia berpendapat, kendala dalam pembelajaran dengan sistem daring yang dikombinasikan pertemuan tatap muka ini memerlukan pembiayaan untuk mendukung sarana prasarana. Sehingga sekolah perlu menyiapkan hal tersebut.

"Metode ini tentunya memerlukan pembiayaan untuk mendukung sarana prasarana yang harus disiapkan sekolah. Yang pasti, semangatnya mematuhi protokol kesehatan yaitu membatasi jumlah siswa di ruang kelas dengan durasi tidak terlalu lama," jelas Suriansyah. 

Meski demikian, Direktur Pascasarjana ULM ini menyatakan pembelajaran campuran sifatnya hanya sementara seiring menunggu pembentukan kekebalan komunal pada diri guru dan peserta didik yaitu melalui program vaksinasi yang sedang dilaksanakan pemerintah.

Suriansyah pun menyoroti, fluktuasi kasus COVID-19 tidak bisa diprediksi pada satu daerah dan lainnya. Dengan demikian, ujar dia, sistem pertahanan imunitas tubuh warga sekolah harus benar-benar diperkuat.

Oleh karena itu, Suriansyah meminta daerah yang menerapkan pembelajaran tatap muka dapat mengidentifikasi tingkat keterpaparan COVID-19, sehingga ada pola pembelajaran yang berbeda antara satu daerah dan lainnya.

Sejak pandemi melanda dunia dan masuk ke Indonesia Maret 2020, praktis sekolah ditutup dan diganti pembelajaran daring.

Kemudian, pro dan kontra pun menyeruak menyikapi sistem pembelajaran jarak jauh ini. Namun, mayoritas kalangan siswa dan orang tua mengeluhkannya dan lebih memilih belajar tatap muka di sekolah meski hal itu tak bisa dilakukan dengan pertimbangan faktor kesehatan.

Suriansyah mengakui dari hasil survei yang dia lakukan terhadap sejumlah orang tua sebagian besar mengaku stres karena tidak memiliki kemampuan mengajar dan mendidik anak.

Selanjutnya, terjadinya hubungan tidak harmonis akibat pola pembelajaran dari orangtua yang salah sehingga berpengaruh pada psikologis anak. Alhasil, terjadilah kerenggangan hubungan hingga memicu kekerasan dalam rumah tangga.

Lalu, anak terbiasa tugas hingga ujian dikerjakan orangtua ataupun orang lain yang bisa sehingga tidak terjadi pembelajaran mandiri sebagaimana dikonsepsikan dalam pembelajaran daring.

"Hal ini apabila diteruskan akan terjadi learning loss atau kehilangan kesempatan belajar dan hilangnya roh pembelajaran," sebut Suriansyah.

Sedangkan pembelajaran hakikatnya pembentukan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Apabila hal itu tak terjadi secara sempurna, maka bisa saja kognitif anak bagus tetapi sikap dan ketrampilannya rendah.

"Kita khawatir terjadi generasi hilang. Bangsa kehilangan generasi yang harusnya cerdas, namun akibat sistem pembelajaran salah lantaran tidak adanya interaksi langsung guru dan peserta didik sebagai suatu proses pendidikan menyebabkan kemunduran pembangunan sumber daya manusia," tutur Suriansyah.