Obat Herbal Indonesia Berpotensi Dapat bersaing di Pasar Farmasi Global
Indonesia pernah punya pengalaman baik soal produk herbal. Di mana dulu pernah menjadi pasar terbesar tanaman obat Kina di dunia. Sekitar 90 persen bahan baku berasal dari Indonesia.

MONITORDAY.COM - Indonesia harus mengembangkan produk-produk herbal jika ingin mendorong industri farmasi dalam negeri bersaing ke pasar global. Bahan baku dari kekayaan alam nusantara yang melimpah membuat industri herbal di Indonesia berpotensi untuk bisa bersaing dengan produk-produk farmasi dunia.
Demikian dikatakan Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir dalam paparannya di Diskusi Kopi Pahit bertajuk "Peluang Industri Farmasi Berbasis Herbal Hadapi New Normal", pada Sabtu (6/6). Ia mengatakan, hal tersebut dapat terwujud jika terjadi kolaborasi yang harmonis dari semua pihak maupun lembaga terkait untuk bersinergi.
"Potensi Biodeversitas Indonesia saat ini belum dioptimalkan. Karena kita masih berbasis pada kimia. Padahal memang kalau chemical kita sudah ketinggalan dan tidak bisa mampu bersaing dengan produk farmasi dunia," ujarnya.
Honesti mengatakan, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk percepatan produk farmasi, alat kesehatan dan termasuk di dalamnya produk-produk herbal. Namun yang menjadi masalah adalah eksekusi, bagaimana menjalin harmonisasi seluruh stakeholder terkait dengan industri ini agar berjalan Sinergi.
"Kolaborasi hulu hilir harus dijalin. antara riset riset perguruan tinggi dengan kami yang ada di industri. mulai dari teknologi hingga sales marketing nya ini kita harus perbaiki," ungkapnya.
Selain itu, Honesti menambahkan, jika produk herbal ini ingin mempunyai tempat yang strategis, perlu juga diintegrasikan dengan layanan kesehatan pemerintah. Karena BPJS misalnya, tidak mengcover produk obat-obatan herbal.
Ia menambahkan, bahwa Indonesia pernah punya pengalaman baik soal produk herbal. Di mana dulu pernah menjadi pasar terbesar tanaman obat Kina di dunia. Sekitar 90% bahan baku berasal dari Indonesia. Namun karena tidak mengambangkan teknologi untuk mengolahnya, saat ini dominasi Kina dipegang oleh eropa.
"Kita hanya bermain di bahan baku akan tetapi teknologi untuk pengembangannya tidak di kembangkan sehingga teknologi-teknologi tersebut dimiliki oleh Eropa. Hal itu yang membuat Indonesia saat ini hanya menempati posisi ketiga. Hanya sekitar 30% market sale yang kita miliki," tuturnya.
Karena itu, Bio Farma sebagai holding BUMN Farmasi, saat ini tengah berupaya keras memanfaatkan bahan baku dari kekayaan alam Indonesia untuk menjadikan Industri obat herbal di Indonesia lebih maju.
"Di anak perusahaan Indofarma akan difokuskan ke produk-produk herbal dan alat kesehatan, sementara anak perusahaan Kimia Farma kami akan fokus ke produk berbasis minyak yang berbahan baku dari dalam negeri. Jadi kami saat ini berupaya keras untuk memanfaatkan natural resources yang ada di Indonesia," ungkap Honesti.
"Kami juga saat ini sedang membangun pabrik herbal terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Bandung," tambahnya.
Lebih lanjut, Honesti berharap, agar masyarakat menyadari bahwa kekayaan alam Indonesia merupakan sebuah anugerah yang harus dimaksimalkan. Menurutnya, potensi tersebut akan mubazir jika tidak memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
"Karena itu, kolaborasi dari seluruh stakeholder terkait harus dilakukan untuk mewujudkan hal itu. Dan yang terpenting adalah jangan sampai semuanya berakhir hanya dalam ranah kajian, namun yang dibutuhkan saat ini adalah action," tandansya.