NFT, Peluang Ekonomi dan Masa Depannya

NFT, Peluang Ekonomi dan Masa Depannya
Digital artwork documented by Balad Jokowi volunteers since 24 November 2018, OpenSea : Monday_Inc

MONITORDAY.COM - Diruang kerja yang tidak terlalu luas, mungkin hanya sekitar 3 x 2,5 meter, seorang pria muda berkulit sawo matang agak gelap dengan konsisten mendokumentasikan wajahnya melalui foto selfi. Dengan muka datar tanpa senyum, dengan hiasan tahi lalat diatas bibir sisi kanan, terlihat agak moncong bibirnya karena gigi yang tidak merata, dengan potongan rambut cepak berhasil membuat komunitas NFT (Non Fungible Token) Indonesia membeli koleksi foto selfinya melalui marketplace OpenSea, hingga mengundang kolektor NFT di luar negeri ikut mengoleksinya.

Pria itu Bernama Sultan Gustaf al-Ghozali, Mahasiswa D4, semester 7 Ilmu Komputer prodi Animasi pada Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang. Pria yang akrab di sapa Ghozali ini, tidak menyangka bahwa foto selfie yang ia koleksi sejak 2017 laku terjual semua, berjumlah 932 foto. Awalnya, foto itu diperuntukan bagi dirinya sendiri untuk membuat animasi time lapse video (teknik merekam perubahan dalam rentng waktu tertentu).

Keisengan mengupload foto dan video di NFT melalui marketpleace OpenSea, malah membuatnya mendadak menjadi milyader. Menurut keterangan Ghozali dalam kanal Youtube Dedy Corbuzier, nilai yang didapat senilai 1,7 Milyar.

Efek Ghozali

Viralnya foto Ghozali, hinga diliput oleh media nasional televisi dan media massa cetak dan online, mengakibatkan efek ghozali. Orang mencoba mencari peruntungan yang sama seperti ghozali melalui NFT. Orang rame-rame menjual apa saja berupa gambar, foto, vidieo atau audio melalaui marketplace OpenSea. Apa hasilnya?

Tentu karena yang namanya peruntungan, kesuksesan Ghozali itu terjadi satu banding ribuan. Kesuksesan Ghozali juga di dorong oleh komunitas NFT Indonesia, yang menurut Chef Arnold seorang juru masak yang juga anggota komunitas NFT menegaskan dalam kanal Youtube Deddy Corbuzier, bahwa apa yang dilakukan dilakukan Ghozali tentu tidak akan mungkin terulang.

Yang pasti, efek yang nyata dari Ghozali adalah semakin terkenalnya NFT kepada khalayak publik, khususnya di Indonesia. Karena keberuntungan Ghazali tidak bisa terlepas dari promosi dan dorongan komunitas NFT Indonesia. sehingga secara tidak langsung, komunitas NFT sukses memperkenalkan NFT di Indonesia.

NFT kini telah dikenal luas oleh masyarakat. Namun, memang literasi mengenai NFT sangat minim. Viralnya Ghazali sebenarnya juga menjadi langkah awal memberikan pengetahuan pada publik mengenai dunia NFT.

Peluang Ekonomi Kretif

NFT secara umum sama mekanismenya seperti prinsip jual beli. Begitu juga punya pasar digital, sebagaimana misalnya OpenSea. Hanya saja transaksi dan kepemiliki dalam bentuk digital sehingga orang sering menyebutnya sebagai aset digital. Karya di NFT tidak dapat di duplikat oleh siapapun, karena telah mendapat sertifikat atau nomor seri. Menurut Hideana Ryu (detik, 14/1) NFT mulanya dikenal pada tahun 2012 sebagai colored coin yang fungsinya sebagai media yang mewakili dunia nyata. Transaksinya juga menggunakan alat tukar Cryptocurrency.

Viralnya Ghozali disambut baik oleh Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Setelah melalui eksperimen menjualkan lukisan seniman jalanan Braga yang laku 0,09 ETH setara 4,2 juta melalui marketplace OpenSea, Gubernur Jabar menjual karyanya di marketplace yang sama hasil karya berjudul “Pandemic self portrait” senilai 1 ETH (etherium) setara dengan 45,9 juta. Bahkan, Pemprov Jabar siap membuka akun khusus membantu menjualkan karya seni para pelaku ekonomi kreatif.

Pengalaman Ghozali dan Gubernur Jabar, memberi kesan bahwa NFT telah menghadirkan peluang bagi pelaku industri kreatif untuk terlibat dalam NFT. Terutama bagi seniman, pelaku seni rupa, tarik suara, animator, konten creator video, dan sejenisnya.

Ap lagi foto atau gambar di OpenSea bisa di download oleh siapa saja. Tentu tidak mudah memang menjual di NFT, butuh keunikan karya dan orisinalitas yang tinggi. Sebab komunitas NFT mencari itu, mengingat para pemain di NFT tentu merupakan kelas menengah. yang menjadikan aset digital itu barang mewah, kebutuhan tersier dalam istilah ekonomi.

Tantangan

Mengingat NFT adalah mekanisme baru yang melibatkan akses digital, keberadaannya cukup mengundang perhatian. Perlu diingat, beberapa bulan sebelum ketenaran Ghozali, serangan terhadap mata uang Cryptocurrency bermunculan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan kehadiran Cyptocurrency, bahkan sampai menfatwakan haram. Namun, tidak perlu kahwatir sebab pada poin ke tiga MUI menfatwakan bahwa Cryptocurrency dengan underlying dibolehkan. NFT ini dapat dikatakan bagian dari Underlying tersebut. 

Orang-orang juga sering bertanya, mengapa jual beli digital tidak menyertakan barang aslinya, inilah karakteristik NFT. Bahkan, gambar di OpenSea juga dapat di simpan di komputer anda tanpa membelinya. Hal ini sangat berbeda dari marketplace online pada umumnya, seperti Tokopedia, bukalapak yang menyertakan barang aslinya dan menggunakan alat tukar rupiah.

Kehadiran dirjen pajak yang menetapkan pajak penghasilan terhadap setiap objek pajak yang menghasilkan menjadi tantangan bagi pengguna NFT. Karena, Jika NFT menghasilkan pundi-pundi rupiah, maka tetap membayar pajak sesuai dengan UU Pajak Penghasilan (PPh). Ketentuan besaran pajak mengacu pada UU PPh, semoga para pelaku NFT tetap semangat bekerja dan memperdagangkan aset digital di NFT.

Ditengah tantangan itu, NFT perlu dukungan dan keterlibatan para kerator digital untuk terus berkarya menciptakan iklim NFT yang sehat. Para kreator digital dapat memproduksi gambar animasi atau video animasi digital. Sudah selayaknya, memang ruang digital seperti NFT diisi dengan konten hasil karya digital, sehingga ruang digital menjadi lebih hidup dan bermakna.