Negara Hukum vs Mafia Hukum Dalam Konteks Indonesia

Sama-sama kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang mana, hal ini telah disebutkan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum”. Indonesia sebagai negara hukum haruslah menjalankan sistem pemerintahannya berdasarkan hukum yang berlaku. Di Indonesia sendiri aturan atau konstitusi tertinggi adalah UUD 1945.
Bagi negara hukum segala sesuatu, dijalankan menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan agar tidak ada pihak yang dirugikan dan bertindak sewenang-wenang. Mau tidak mau masyarakat harus tunduk dan patuh terhadap peraturan yang sudah di tentukan, karena hukum bersifat mengikat dan memaksa.
Hukum memang tak pandang bulu, katanya. Dalam konsep “equality before the law” memang dikatakan bahwa setiap orang mendapat kesetaraan dan kedudukan yang sama dihadapan hukum. Ditegaskan lagi dalam Undang-undang dasar negara Republik Indonesi tahun 1945 pasal 27 ayat ( 1 ) yang menyatakan bahwa “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Tetapi pada realitanya kita masih sering menemukan atau masih banyak terjadi penyimpangan serta tebang pilih hukum.
Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas sepertinya sudah menjadi penyakit yang kronis di negara kita tercinta, Indonesia. Dimana pendapatan bisa mempengaruhi pendapat dan logistik dapat mempengaruhi logika. Saya berasumsi bahwa negara kita sudah banyak dipengaruhi campur tangan orang-orang yang tak bermoral dan tak bertanggung jawab. Seperti mafia yang sudah menggerogoti sistem pemerintahan kita.
Mafioso sebutan bagi para mafia, tidak hanya beroperasi pada satu lembaga saja, tetapi juga ada di berbagai lembaga. Terkait peradilan, para mafioso disebut sebagai mafia hukum. Jejaring nya adalah oknum kepolisian, oknum kejaksaan, oknum hakim, oknum pengacara, dan atau para makelar kasus. Dalam jejaring mafia, para figur nya semua all the president men. Dimana mereka semua berperan atas kelancaran suatu hal.
Suatu istilah yang di ungkapkan oleh Susan Rose Ackerman (1999) mafia dominated state, yaitu sebuah kondisi untuk menggambarkan negara yang tak berdaya karena berada di bawah kendali jaringan (kelompok) mafia. Mafia negara yang dimaksud susan merupakan bagian sketsa besar suatu negara yang dililit oleh persoalan kebobrokan korupsi, yang diakibatkan oleh perilaku aparatnya yang memperalat negara hanya untuk menggapai keuntungan kelompok dan diri sendiri dengan cara menyimpang.
Hal diatas memang terkait dengan moralitas para aparat hukum. Walaupun berpendidikan tinggi mereka malah mudah goyah dan rela mengorbankan kehormatan serta moral demi memperkaya diri sendiri atau kelompok. Begitu hebatnya para mafioso untuk menggerogoti negara melalui pejabat-pejabat ataupun birokrat negara. Lantas apa saja fakto-faktor penyebab terjadinya mafia hukum? Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagaiman dikemukakan Soerjono Soekanto meliputi faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya masyarakat.
Sudah banyak kita lihat praktek-praktek mafia hukum dalam lingkungan sehari-hari dan bahkan mungkin terjadi pada diri kita sendiri. Misalnya dalam peringanan pasal-pasal yang ditawarkan oleh pihak kepolisian ketika kita melanggar lalu lintas. Mereka memberikan pilihan paket “damai” agar urusan dapat diselesaikan di tempat kejadian perkara tanpa harus dihadapkan dengan pengadilan.
Sebenarnya, praktek-praktek mafia hukum dapat ditemukan mulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan, pada tingkat penuntutan, pada tahap pemeriksaan di pengadilan, pada tahap pemasyarakatan dan bahkan mafia hukum oleh advokat serta oknum-oknum lainnya.
Praktek mafia hukum ini terlihat sangat jelas dalam kasus Anggodo Widjojo, yang mana keluarga PT. Masaro Radiokom yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan itu benar-benar tampak memperoleh perlakuan khusus dari pihak penegak hukum, khususnya dari jajaran kepolisian dan kejaksaan. Ada gejala kedua instansi penegak hukum tersebut menuruti keinginan Anggodo dan bahkan diberikan pengawalan khusus. Serta ia dapat menghirup udara segar dan dibebaskan.
Disadari betul, bahwa uang dapat melumpuhkan segalanya. Pemilik modal dapat mengontrol berbagai instansi. Hal ini disebabkan oleh bebrapa faktor; Pertama, insentif yang diperoleh penegak hukum memprihatinkan. Kedua, adanya politisi yang nir-ideologi. Ketiga, kurangnya modal sosial (capital modal) alias rasa kebersamaan bangsa ini telah retak akibat orientasi yang mengarah kepada kepentingan individu atau kelompok.
Kesimpulannya, adalah bahwa mafia ada di berbagai lini birokrasi dan pemerintahan kita. Parahnya lagi, aparatur hukum yang kita harapkan dapat mengatasi berbagai hal terkait keadilan dan peraturan yang melanggar hukum, malah terlibat dalam menjatuhkan moral bangsa. Sehingga para masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap intansi-instansi tersebut.
* NIrwansyah (Mahasiswa UIN Jakarta)