MUI Minta Doa Mbah Moen Jangan Jadi Bahan Ejekan
Salah ucap nama Prabowo Subianto dalam doa KH Maimun Zubair atau Mbah Moen ramai dibahas oleh kedua kubu yang bertarung di Pilpres 2019. Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak untuk tidak menjadikan permasalahan salah ucap di doa ini sebagai polemik

MONITORDAY.COM - Salah ucap nama Prabowo Subianto dalam doa KH Maimun Zubair atau Mbah Moen ramai dibahas oleh kedua kubu yang bertarung di Pilpres 2019. Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak untuk tidak menjadikan permasalahan salah ucap di doa ini sebagai polemik.
“MUI mengajak kepada semua pihak untuk tidak menjadikan nilai-nilai ritual keagamaan seperti doa dijadikan sebagai bahan olok-olok, ejekan dan untuk konsumsi kepentingan politik praktis,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan resminya, Senin (4/2/2019).
Zainut Tauhid Sa’adi menyesalkan permasalahan itu dijadikan olok-olok dan diseret ke politik praktis. Dirinya menilai perbuatan itu jauh dari akhlak Islam dan tidak mencerminkan manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, kesantunan, dan keadaban dalam beragama.
“Doa dalam ajaran agama menempati tempat yang sangat khusus dan memiliki nilai ritual keagamaan yang sangat tinggi, karena doa mengandung nilai-nilai transendental yang langsung berhubungan dengan Sang Khalik, Tuhan Yang Maha Esa,” tegasnya.
Lebih lanjut Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, MUI meminta semua pihak menghentikan polemik sabqul lisan atau salah ucap doa yang dibacakan Mbah Moen. Terlebih, Mbah Moen merupakan ulama sepuh yang sangat dihormati oleh jutaan santrinya dan banyak kalangan.
“Kesalahan ucap tersebut sangat manusiawi dan tidak mengurangi maksud yang terkandung dalam doa beliau. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui isi hati setiap hamba-Nya yang berdoa dan menjawab sesuai dengan maksud permohonannya,” tambahnya.
“Marilah kita mengembangkan sikap berbaik sangka (husnu al-dzon) dan pemahaman yang baik (husnu at-tafahum) terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah ritual keagamaan seperti doa. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman, polemik, dan politisasi agama yang menjurus kepada SARA,” tandasnya.