Muhammadiyah dan Misi Kerahmatan

Progresifitas Muhammadiyah ini telah melahirkan etos para tokoh penting Muhammadiyah untuk terlibat secara intens: (1)  dalam gerakan politik praktis di Budi Utomo, SI, PII, MIAI, Masyumi dan di berbagai partai politik bahkan hingga saat ini (2) dalam gerakan semi militer kelasykaran pra kemerdekaan, era revolusi dan bahkan pasca kemerdekaan misalnya Markas Ulama Angkatan Perang Sabil, KOKAM (3) dalam perjuangan diplomatik (4) dalam perdebatan di BPUPKI dan PPKI  yang kemudian melahirkan Pancasila dan UUD RI (5) dalam merawat, mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa hingga kali ini. Ini politik kebangsaan Muhammadiyah.

Muhammadiyah dan Misi Kerahmatan

Dengan kekuatan ideologi yang selama ini diyakini dan dipegang teguh Muhammadiyah tidak saja survive akan tetapi juga berkembang hingga sudah berada di awal abad ke XXI. Tak berlebihan untuk berpandangan bahwa Muhammadiyah adalah kekuatan civil society Muslim modern yang paling progresif sepanjang abad ke XX. Watak progresif Muhammadiyah ini antara lain nampak dari ideologinya, gagasan atau pemikirannya yang baru dan modern,  keberpihakannya kepada transformasi dan kemajuan serta perubahan sosial  yang berkelanjutan. Beberapa kata kunci atau terminologi teknikal  yang memberikan petunjuk progresifitas Muhammadiyah ini antara lain ialah Tajdid (pembaruan), Tanwir (pencerahan), Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh) dan Manhaj (metode ilmiyah). Sebagai organisasi civil society muslim tertua dan sangat berpengaruh, kontribusinya kepada bangsa dan negara tidak diragukan karena memang telah dirasakan oleh masyarakat secara luas. Inilah yang mendorong pemerintah melalui Presiden Jokowi beberapa kali menyatakan secara langsung penghargaan dan ucapan terima kasihnya kepada Muhammadiyah yang telah berkorban dan memberikan banyak tanpa pamrih untuk bangsa dan negara. Hingga saat ini Muhammadiyah akan terus berkiprah secara nyata.

Progresifitas Muhammadiyah ini telah melahirkan etos para tokoh penting Muhammadiyah untuk terlibat secara intens: (1)  dalam gerakan politik praktis di Budi Utomo, SI, PII, MIAI, Masyumi dan di berbagai partai politik bahkan hingga saat ini (2) dalam gerakan semi militer kelasykaran pra kemerdekaan, era revolusi dan bahkan pasca kemerdekaan misalnya Markas Ulama Angkatan Perang Sabil, KOKAM (3) dalam perjuangan diplomatik (4) dalam perdebatan di BPUPKI dan PPKI  yang kemudian melahirkan Pancasila dan UUD RI (5) dalam merawat, mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa hingga kali ini. Ini politik kebangsaan Muhammadiyah.

 

Rahmat Kebangsaan

Tidak berlebihan untuk berpandangan bahwa Muhammadiyah, sejak era formatifnya, telah melakukan peran kebangsaan yang sangat penting. Sudah dua abad lamanya Muhammadiyah membersamai dan memperjuangkan bangsa ini. Spirit politik kebangsaan Muhammadiyah adalah membebaskan, memajukan atau mencerdaskan dan mencerahkan yang semua hal ini termaktub dalam dokumen resminya  Indonesia sebagai Darul Ahdi was Syahadah. Inilah nasionalisme Muhammadiyah yaitu Nasionalisme Religius, Liberatif dan Progresif. Ciri nasionalisme ini juga sudah dibuktikan secara nyata sejak awal pra kemerdekaan dan hasilnya ialah  kemerdekaan, NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Peran (Ijtihad dan Jihad)  politik kebangsaan Muhammadiyah ini tak terbantahkan.

Nasionalisme Muhammadiyah pasca kemerdekaan tak mengalami perubahan dan bahkan menguat. Sikapnya yang jelas terhadap komunisme/PKI, otoritarianisme, KKN dan kerja kerasnya dalam membangun kualitas demokrasi dan kedaulatan (negara, hukum, rakyat, alam), menjaga dan merawat integrasi bangsa  dari berbagai bentuk ancaman disintegrasi, transnasionalisme adalah gambaran gamblang nasionalisme yang dibangun Muhammadiyah.

Jika Fase pertama nasionalisme Muhammadiyah mewujudkan kemerdekaan dan menegakkan NKRI dengan Pancasila dan UUD 1945, maka fase berikutnya nasionalisme Muhammadiyah, diarahkan untuk membangun dan memajukan Indonesia. Sektor agama, pendidikan, kesehatan dan kemanusiaan, yang sebetulnya sudah dimulai awal sejarahnya, memperoleh momentumnya yang tepat saat pemerintah juga memberikan perhatian serius. Seakan Muhammadiyah telah menjadi sumber inspirasi dan model percontohan bagaimana mengimplementasikan Pancasila secara kongkrit untuk kemaslahatan bersama. Gerakan Islam modern ini sekaligus menjadi model bagaimana Islam benar-benar mendatangkan Rahmat Kebangsaan dan bahkan Rahmat Alam. Rahmat Kebangsaan ini benar-benar bisa dihitung secara statistikal, bisa dirasakan kehadiran atau keberadaannya dan bisa dibaca pengakuan (acknowledgement)nya dari banyak elemen masarakat dalam dan luar negeri.

 

Tantangan Revolusi.

Tak dipungkiri, Muhammadiyah bersama dengan banyak eksponen bangsa lainnya telah berhasil memainkan peran Revolusi Pertama pra dan post kemerdekaan yang hasilnya bisa dinikmati hingga kali ini. Revolusi Pertama ini tentu dahsyat yang pengaruh sosial, kultural, ekonomi dan politiknya juga sangat terasa. Memasuki abad ke XXI, kembali Muhammadiyah diuji kesiapan dan kemampuannya untuk menghadapi sebuah gelombang revolusi baru, Revolusi Kedua, yaitu Revolusi Industri 4,0, jaman di mana digital menjadi instrumen sangat penting dan bahkan menentukan perjalanan ke depan. Ini pertaruhan yang sangat menentukan paling tidak bagi Muhammadiyah.

Sudah banyak kalangan memperbincangkan  efek disruptif  teknologi tinggi digital era revolusi industri 4,0 ini. Banyak benefit yang memang bisa diperoleh masyarakat secara cepat. Tidak saja komunikasi real time yang bisa dilakukan dan pola hubungan yang jauh lebih terbuka dan liberal yang tercipta,  tetapi setiap individu akan memperoleh peluang yang sangat jembar untuk, misalnya,   mengembangkan bisnis di sektor apapun dengan memanfaatkan teknologi digital. Jadi, semakin tinggi kemampuan seseorang  menguasai teknologi digital ini  akan semakin besar  peluang dan benefit yang akan diperoleh. Tak terkecuali, kepentingan dan tujuan-tujuan sosial,  politik dan ideologi berbagai kelompok interest groups juga dilakukan melalui media digital ini. Tak heran kalau kemudian setiap individu akan menyaksikan dengan terang benderang dan bahkan  terlibat, misalnya,  dalam rivalitas dan bahkan pertentangan panas dan berkepanjangan di kalangan kelompok-kelompok sosial,  politik dan ideologis melalui media media digital.  Ini juga bisa terjadi dengan melibatkan sentimen agama di kalangan masyarakat.

Revolusi digital ini penting  dicermati karena menimbulkan berbagai implikasi serius,  antara lain adalah:

Pertama,  secara kultural  setiap individu bisa berselancar dan melakukan visits secara bebas serta melakukan kontak dengan siapapun dengan latar belakang etnis, bangsa dan agama apapun secara tak terbatas. Ini memberikan ruang yang besar juga bagi setiap individu untuk melakukan dialog dan saling berakomodasi dan bahkan berbenturan saling menyerang dengan berbagai alasan.

Kedua,  secara ideologis teknologi digital menjadi instrumen penting propaganda dan pergumulan berbagai ideologi dunia yang mapan dan bahkan juga merupakan bagian penting melahirkan ideologi baru.

Ketiga,  secara keagamaan teknologi digital menjadi bagian atau faktor sangat penting menguatnya spirit relijiusitas di kalangan masyarakat untuk mendalami dan mempraktekkan ajaran agama. Bahkan, lewat teknologi ini benturan keagamaan juga berpeluang terjadi.

Keempat,  teknologi digital menjadi tempat penyemaian dan penyebaran  nilai-nilai moral dan etika kehidupan baik yang bersumber dari agama maupun dari filsafat, ideologi dan sistim kepercayaan apapun. Tapi sifat keterbukaan teknologi digital ini juga menjadi arena terbuka kontestasi nilai-nilai tersebut. Tidak ada jaminan  nilai-nilai agama atau nilai nilai  lain memenangkan kontestasi dan benar-benar berpengaruh terhadap seluruh sistim tindakan masyarakat

Dengan alat digital yang sangat revolusioner ini, semua hal di atas bisa terjadi dengan sangat cepat. Siapapun akan tergilas dan menjadi korban revolusi jika tidak memiliki kemampuan menguasai alat. Sebaliknya, ini sebetulnya juga menjadi peluang besar bagi siapa saja termasuk Muhammadiyah untuk memenangkan revolusi dan mendatangkan Rahmat Revolusi. Wallahu a'lam bis siwab

Penulis adalah Associate Professor FAH UIN Jakarta, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP.Muhammadiyah dan Ketua Dewan Pakar FOKAL IMM.