Moderasi Beragama Dinilai Mampu Jawab Tantangan Revolusi Mental

Moderasi beragama juga berarti bahwa setiap warga masyarakat, pemeluk agama apapun, baik itu suku, etnis, budaya, agama dan pilihan politiknya harus mau mendengarkan satu sama lain.

Moderasi Beragama Dinilai Mampu Jawab Tantangan Revolusi Mental
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi.

MONITORDAY.COM - Wakil Menteri Zainut Tauhid Sa’adi optimis dengan mengusung konsep moderasi beragama, Kementerian Agama dapat menjawab tantangan revolusi mental yang termaktub dalam agenda pembangunan nasional.

“Berbekalkan hampir 5 ribu satuan kerja dengan kekuatan lebih 200 ribu ASN yang tersebar dari pusat sampai daerah, Insya Allah kita akan jadi backbone dari Indonesia Maju,” ujar Wamenag dikutip dari laman resmi Kemenag, Jumat (31/01).

Menurut Zainut, moderasi beragama berbeda dengan moderasi agama, juga bukan agama moderat akan tetapi moderasi beragama. “Imbuhan kata ber- pada kata agama mengisyaratkan bahwa agama dan beragama bukanlah hal yang sama. Agama adalah das sollen dan beragama adalah das sein,” ujarnya. 

Zainut menguraikan bahwa agama adalah sebuah konsep, norma dan tatanan ideal yang diyakini, dianut dan dilaksanakan oleh pemeluk agama, sedangkan beragama adalah cara dan implementasi dari pemahaman seseorang atas agamanya.

“Kementerian Agama tidak mengatur tentang agama tetapi mengurus tentang pola beragama di tengah kemajemukan bangsa demi menggapai cita-cita luhur, kebangsaan kita,” tutur dia. 

Ia menambahkan bahwa moderasi beragama adalah sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, wasathiyah, di antara setiap kutub yang ekstrim dalam beragama dan selalu bertindak adil.

Moderasi beragama juga berarti bahwa setiap warga masyarakat, pemeluk agama apapun, baik itu suku, etnis, budaya, agama dan pilihan politiknya harus mau mendengarkan satu sama lain.

“Saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka, tidak saling menyalahkan atau mengkafirkan,” tandas Zainut.