Meski Berjarak, Muhammadiyah Selalu Punya Keterkaitan dengan Politik
Politik menjadi sesuatu yang esensial dalam kehidupan bernegara. Karananya, Muhammadiyah sebagai organisasi besar, partai politik menjadi penting dalam rangka menyambung, mengartikulasi apa yang menjadi keinginannya.

MONITORDAY.COM – Muhammadiyah dalam kaitannya dengan politik meski terkesan berjarak, namun keterkaitan dengan partai politik selalu ada. Karena Muhammadiyah butuh itu sebagai suatu media untuk mengimplementasikan gagasan-gagasannya. Demikian dikatakan oleh pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago dalam diskusi virtual Kopi Pahit, bertajuk “Paradigma Politik Muhammadiyah”, pada Rabu (29/7).
“Jika Muhammadiyah tidak memiliki kedekatan dengan Parpol maka untuk perjuangan mencapai tujuan hanya akan menjadi konsep, narasi-narasi, namun tidak punya media untuk menyambungkan perjuangan itu,” kata Pangi.
Menurutnya, politik menjadi sesuatu yang esensial dalam kehidupan bernegara. Karananya, Muhammadiyah sebagai organisasi besar, partai politik menjadi penting dalam rangka menyambung, mengartikulasi apa yang menjadi keinginannya.
“Tapi saya pikir Muhammadiyah tidak akan ikut seperti NU yang intim sekali dengan PKB. Karena punya dasar pikir sendiri. Tapi meski Muhammadiyah menjaga jarak dengan politik, namun pasti keterikatan politiknya pasti ada,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Resreach and Consulting itu.
Karena Menurut Pangi, politik amar maruf nahi mungkar atau high politik di Muhammadiyah tetap merupakan tatanan nilai yang sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. Dalam politik, moralitas universal menjadi standar dalam organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan itu.
“Muhammadiyah punya pendirian sendiri. Mummadiyah seringkali menjaga marwah dan moralitas politik,” tuturnya.
Lebih lanjut, yang menarik menurut Pangi, kebebasan kepada kadernya untuk memilih siapapun merupakan peradaban yang besar di Muhammadiyah. Termasuk ijtihad untuk dekat dengan partai politik, punya partai politik, atau tidak mendekat dengan partai politik, itu menjadi jalan masing-masing.
“Yang penting amar maruf nahi mungkar tidak di tinggal, dan moralitas tetap dijaga,” katanya.
Sementara itu, aktivis senior Muhammadiyah Imam Addaruqutni menyatakan bahwa Muhammadiyah dalam kaitannya dengan politik seringkali amnesia. Karena sebenarnya, dulu Muhammadiyah dengan politik sangat berkaitan erat termasuk saat pembentukan dasar negara. Namun dalam perjalannya mulai meredup, higga gelap seperti saat ini.
"Jadi yang berjuang dalam mendirikan negara, perdebatan soal dasar negara yang paling kuat adalah Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Umum PP Muahmmadiyah waktu itu) dengan bung karno, sedangkan yang lain diam," ujarnya.
Selain itu, dalam salah satu pemikiran tokoh Muhammadiyah dulu dinyatakan bahwa kader-kader Muhammadiyah harus menguasai lembaga-lembaga negara, agar Muhammadiyah bisa menentukan apa yang terjadi dalam negara ini, karena itu sejalan dengan misi kita.
"Namun itu segera dilupakan oleh Muhammadiyah," kata Imam, yang juga politisi Partai Solidaritas Indonesia itu.
Ia juga menambahkan bahwa di Muhammadiyah yang patut dijadikan pegangan adalah aliran historis. Artinya bukan pikiran-pikiran yang ditulis orang, namun berdasarkan peristiwa yang terjadi. Hal yang otentik dari Muhammadiyah sendiri bahwa keterlibatan dalam politik bukanlah suatu yang salah.
"Karena itu, mumpung ini lagi milad 111 tahun Muhammadiyah, ini saatnya kita bergerak. Kembali pada pendirian awal didirikannya Muhammadiyah," tandas Imam.